REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan, penerbitan regulasi pengelolaan hasil sedimentasi di laut akan melindungi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil dari ancaman aktivitas pengambilan pasir laut secara ilegal. Hal ini dia sampaikan di sela-sela kunjungan kerjanya di Yogyakarta, Selasa (6/6/2023).
"Selama ini belum ada aturannya, berarti ngambil (pasir laut) bebas dari pantai, dari pulau-pulau. Ini yang kita atur. Dari mana saya bisa tau seperti itu? Ketika Ditjen PSDKP kita operasi pengawasan. Contoh di Pulau Rupat, hampir habis itu pulaunya disedotin pasirnya. Kemudian di Pulau Bawah, banyaklah di daerah Batam dan sebagainya. Itu kita setop dan kita segel," ujar Trenggono dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (7/6/2023).
Menurut Trenggono, penggunaan pasir laut untuk kegiatan reklamasi juga menjadi lebih tertata dengan terbitnya PP 26/2023. Ke depan, material yang boleh dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan reklamasi adalah hasil sedimentasi, bukan pasir laut yang diambil dari sembarang lokasi.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 disebutkan, hasil sedimentasi di laut berupa material alami yang terbentuk oleh proses pelapukan dan erosi, yang terdistribusi oleh dinamika oseanografi dan terendapkan yang dapat diambil untuk mencegah terjadinya gangguan ekosistem dan pelayaran. Trenggono menyampaikan hasil sedimentasi yang dapat dimanfaatkan bisa berupa lumpur maupun pasir laut.
"Karena reklamasi membutuhkan pasir laut, sekarang di atur, seluruh reklamasi yang izinnya kita setujui, reklamasinya harus dari sedimentasi. Tetapi, juga hasil sedimentasi itu banyak sekali kandungannya, ada lumpur, ada pasir, atau material yang lain," ujar Trenggono.