REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ratusan jiwa warga Kelurahan Jabungan, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, Jawa Tengah, hampir sepekan terakhir mulai kesulitan untuk mengakses air bersih, akibat dampak musim kemarau kali ini. Mereka tersebar di lingkungan RT 02 dan RT 03 wilayah RW 03 Kelurahan Jabungan.
Sejumlah warga menuturkan, untuk bisa mendapatkan air bersih bagi kebutuhan dapur seperti memasak dan membuat air minum mereka kini hanya mengandalkan dari sumber mata air yang ada di bukit Penggung.
Karena sumur-sumur yang ada di rumah warga mulai mengering, sementara kualitas air dari instalasi Pamsimas juga sudah semakin menurun, yang ditandai dengan warna air yang keruh dan cenderung bercampur lumpur.
Selain harus mengantre, warga terpaksa juga harus berjalan kaki lebih jauh untuk mengangkut air bersih dari sumber air di bukit Penggung hingga ke rumah mereka masing-masing.
"Sudah empat hari harus seperti ini, mengambil air dari sumber Penggung untuk diangkut ke rumah," ungkap Sudirman (45), salah seorang warga RT 02/ RW 03 Kelurahan Jabungan yang dikonfirmasi, Rabu (7/6).
Ia mengatakan sudah beberapa pekan terakhir sumur-sumur warga mulai mengering akibat dampak musim kemarau. Untuk kebutuhan memasak dan air minum, sebelumnya masih bisa mengandalkan air dari instalasi pamsimas.
Namun sudah empat hari terakhir air dari instalasi pamsimas debitnya juga terus menurun, demikian pula dengan kualitasnya. Karena warna airnya mulai keruh dan jika didiamkan akan muncul endapan seperti lumpur.
"Sehingga warga sudah tidak bisa lagi menggunakan air dari instalasi pamsimas tersebut untuk kebutuhan dapur, kecuali untuk kebutuhan mandi maupun untuk mencuci pakaian," kata Sudirman.
Warga lain, Sukirah (58) menyampaikan, agar bisa mengakses air bersih untuk kebutuhan memasak dan membuat air minum warga terpaksa harus mengantri, agar semua bisa mendapatkan.
Karena hanya sumber air di bukit Penggung ini yang masih dapat dimanfaatkan oleh warga di lingkungan RT 02 dan RT 03. “Kalau menggunakan air dari instalasi pamsimas sudah tidak mungkin, karena kualitasnya semakin menurun," jelasnya.
Ia mengaku untuk mengambil air dari bukit Penggung ini harus berjalan kaki sekitar 250 meter dari rumahnya. Untuk mengangkut air dengan wadah jeriken atau galon air mineral kosong dengan cara digendong.
Agar antriannya tidak terlalu panjang Sukirah memilih mengambil air bersih di bukit Penggung ini pada siang hari. Sebab kalau sore hari atau pagi hari akan semakin banyak jumlah warga yang mengambil air.
Karena warga lain yang pada siang hari harus bekerja biasanya baru akan mengambil air di sumber ini pada sore hari atau pagi hari sebelum mereka beraktivitas.
"Selain itu warga yang terdampak musim kemarau dan mulai kesulitan mendapatkan air bersih ini ada di dua RT, sehingga jumlahnya juga akan semakin banyak," ungkapnya.