REPUBLIKA.CO.ID, PEMALANG -- Masyarakat khususnya mereka yang memiliki minat untuk bekerja di luar negeri diminta lebih berhati-hati dan mewaspadai agar tidak mudah tergiur oleh iming-iming penghasilan (gaji) yang tinggi.
Sebab jika sekadar tergiur oleh besaran pendapatan, masyarakat hanya akan menjadi korban penipuan oleh para pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO), seperti yang diungkap aparat kepolisian di sejumlah daerah di Jawa Tengah.
Peringatan ini disampaikan Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Luthfi, saat menggelar konferensi pers pengungkapan kasus TPPO di Mapolres Pemalang, Rabu (7/6/2023).
Kapolda mengungkapkan, terkait modus yang diungkap dalam kasus TPPO dengan dalih perekrutan dan penempatan pekerja migran di Pemalang ini, dimungkinkan juga terjadi di daerah lain.
Oleh karena itu masyarakat diimbau untuk selalu waspada dan berhati-hati. Bahkan penting juga berkonsultasi dengan petugas stakeholder terkait, dalam hal ini dinas tenaga kerja di wilayah masing-masing.
“Sehingga masyarakat yang ingin menjadi pekerja migran dapat terhindar dari praktik-praktik penipuan oleh oknum orang maupun perusahaan yang tidak bertanggungjawab,” jelasnya.
Adapun kepada perusahaan, khususnya yang melakukan kegiatan perekrutan dan penempatan para pekerja migran, untuk melengkapi perizinan dan berbagai persyaratan (legalitasnya) agar tidak melanggar hukum.
Terungkapnya pelaku TPPO berkedok penempatan tenaga kerja di luar negeri ini agar masyarakat kian waspada dan selektif, dan dapat memilih badan atau perusahaan yang resmi dan berstatus legal.
"Sehingga tidak menjadi korban penipuan dengan menyetorkan sejumlah uang terlebih dahulu untuk bisa bekerja di luar negeri," ujar dia.
Karena LPK-LPK yang disiapkan untuk membekali calon tenaga kerja migran dengan kompetensi dan keahlian, tidak boleh menarik iuran atau uang apapun. “Terkait ini juga telah diatur dalam Undang Undang Ketenagakerjaan,” kata kapolda.
Diberitakan sebelumnya, jajaran Polres Pemalang mengungkap kasus dugaan TPPO oleh sebuah perusahaan perekrut dan penyalur tenaga kerja anak buah kapal (ABK) yang ternyata ilegal.
Sepanjang kurun waktu Mei 2021 sampai sekarang, perusahaan tersebut telah memberangkatkan sekurangnya 447 awak kapal dan 114 orang belum diberangkatkan.