Kamis 08 Jun 2023 13:57 WIB

Cina dan Rusia Gelar Patroli Udara Gabungan di Asia Pasifik

Patroli gabungan dilakukan di atas Laut Jepang, Laut Cina Timur, dan Samudra Pasifik.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Jet tempur Cina (ilustrasi). Angkatan udara Rusia dan Cina telah melakukan patroli gabungan di Asia Pasifik.
Foto: NAVAL OPENSOURCE INTELIGENT
Jet tempur Cina (ilustrasi). Angkatan udara Rusia dan Cina telah melakukan patroli gabungan di Asia Pasifik.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Angkatan udara Rusia dan Cina telah melakukan patroli gabungan di Asia Pasifik. Kedua negara mengerahkan jet tempur dan pesawat pembom strategis dalam kegiatan tersebut.

Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Rusia mengungkapkan, gugus tugas udara gabungan dari pembom strategis pembawa rudal Tu-95MS Rusia dan pembom strategis Hong-6K Cina. Jet tempur Su-30SM dan Su-35S Rusia serta pesawat tempur Shenyang J-11 milik Cina turut dioperasikan untuk mengawal pesawat pembom kedua negara.

Baca Juga

Menurut Kemenhan Rusia, patroli gabungan dilakukan di atas Laut Jepang, Laut Cina Timur, dan Samudra Pasifik barat. “Selama patroli udara bersama, pesawat Rusia melakukan pendaratan dan lepas landas dari lapangan terbang Cina dan jet tempur negara asing mengawal pembom pembawa rudal strategis pada beberapa tahap patroli udara,” ungkap Kemenhan Rusia, Rabu (7/6/2023), dilaporkan kantor berita Rusia, TASS.

Kemenhan Rusia tidak mengungkap siapa yang mereka maksud dengan “negara asing” yang turut terlibat dalam patroli gabungan tersebut. Kemenhan Rusia mengatakan, patroli yang dilakukannya bersama Cina sesuai dengan hukum internasional. “Tidak ada pelanggaran wilayah udara negara asing,” katanya.

Kemenhan Rusia menambahkan, patroli itu tidak ditujukan terhadap negara ketiga mana pun. Kegiatan patroli gabungan Rusia-Cina dilakukan saat ketegangan antara kedua negara dan negara-negara Barat kian meningkat. Beijing secara khusus telah menyuarakan penentangan terhadap upaya pembentukan aliansi militer seperti Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di wilayah Asia.

“Upaya untuk mendorong (aliansi) seperti NATO di Asia Pasifik adalah cara untuk menculik negara-negara kawasan dan membesar-besarkan konflik serta konfrontasi,” kata Menteri Pertahanan Cina Li Shangfu saat berbicara di forum keamanan Shangri-la Dialogue di Singapura pada Ahad (4/6/2023) lalu.

Dia menekankan, saat ini Asia Pasifik membutuhkan kerja sama yang terbuka dan inklusif, bukan menjadi kelompok-kelompok kecil. “Kita tidak boleh melupakan bencana parah yang dibawa oleh dua perang dunia kepada orang-orang di semua negara, dan kita tidak boleh membiarkan sejarah tragis seperti itu terulang kembali,” ujarnya.

Cina adalah salah satu negara yang vokal mengkritik pembentukan pakta keamanan AUKUS beranggotakan Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (AS). Beijing menuduh ketiga negara tersebut menghasut perlombaan senjata. Di bawah AUKUS diketahui terdapat kesepakatan pembelian kapal selam bertenaga nuklir oleh Australia dari AS. Dengan bantuan AS dan Inggris, Australia juga bakal memulai rencana untuk membangun kapal selam bertenaga nuklirnya sendiri.

Cina sempat menyatakan kerja sama pembangunan kapal selam bertenaga nuklir oleh negara anggota AUKUS tidak boleh dilanjutkan sebelum adanya konsensus dari negara anggota Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Hal itu karena dalam prosesnya, ada pentransferan sejumlah besar uranium dari negara senjata nuklir ke negara non-senjata nuklir.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement