Kamis 08 Jun 2023 19:15 WIB

Bermasalah, 23 Kampus Swasta Dicabut Izin Operasionalnya

Kemendikbudristek mencabut izin operasional 23 kampus swasta karena bermasalah.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bilal Ramadhan
Perguruan Tinggi - ilustrasi. Kemendikbudristek mencabut izin operasional 23 kampus swasta karena bermasalah.
Foto: blogspot.com
Perguruan Tinggi - ilustrasi. Kemendikbudristek mencabut izin operasional 23 kampus swasta karena bermasalah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek Kemendikbudristek) mencabut izin operasional 23 perguruan tinggi swasta (PTS) yang bermasalah dalam periode Mei 2022-Mei 2023. Pencabutan izin operasional itu dilakukan untuk melindungi masyarakat dari penyelenggaraan pendidikan bermasalah.

“Pencabutan izin operasional sejumlah perguruan tinggi dilakukan untuk melindungi masyarakat, terutama mahasiswa, dari penyelenggaraan pendidikan yang buruk dan penipuan oleh penyelenggara pendidikan yang nakal,” ujar Plt Direktur Jenderal Diktiristek Kemendikbudristek, Nizam, lewat keterangannya, kamis (8/6/2023).

Baca Juga

Nizam menjelaskan, keputusan untuk mencabut izin operasional beberapa PTS tersebut sudah berdasarkan fakta dan data yang tervalidasi, yang dimulai dari laporan masyarakat atau hasil pemantauan lapangan. Setiap laporan masyarakat yang disertai bukti awal selalu ditindaklanjuti dengan pendalaman dan evaluasi lapangan. Sebelum menjatuhkan sanksi, Kemendikbudristek terlebih dahulu menurunkan berbagai tim.

“Mulai dari LLDikti, Direktorat Kelembagaan, tim Evaluasi Kinerja Akademik, bahkan tim Inspektorat Jenderal. Berdasar evaluasi mendalam dan rekomendasi itulah dilakukan pembinaan hingga bila terpaksa dilakukan pencabutan izin,” ungkap Nizam.

Dia menerangkan, perguruan tinggi yang izinnya dicabut adalah perguruan tinggi yang melakukan pelanggaran berat. Bentuk pelanggaran yang terjadi beragam. Misalnya, tidak memenuhi ketentuan standar pendidikan tinggi, melaksanakan pembelajaran fiktif, melakukan praktik jual beli ijazah, melakukan penyimpangan pemberian beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K).

“Atau karena perselisihan badan penyelenggara sehingga pembelajaran tidak kondusif. Sanksi yang dijatuhkan sesuai dengan tingkat pelanggaran,” jelas dia.

Karena itu, menurut dia, pencabutan izin operasional itu merupakan bentuk perlindungan pemerintah terhadap mahasiswa dan masyarakat. Nizam mengatakan, jangan sampai mahasiswa mendapat ijazah yang tidak sah dan bermasalah di kemudian hari. “Kami tidak bisa membiarkan masa depan mahasiswa yang seharusnya cerah, menjadi redup karena  praktik perguruan tinggi yang nakal," terang Nizam.

Dia pun berharap kepada para calon mahasiswa yang akan mendaftar kuliah di perguruan tinggi agar berhati-hati. Dia meminta para calon mahasiswa untuk jangan mudah tergiur dengan iming-iming beasiswa. Para calon mahasiswa juga harus memastikan perguruan tinggi dan program studi yang akan dituju sudah terakreditasi.

“Saat sudah diterima menjadi mahasiswa, pastikan pembelajaran betul-betul terjadi, serta dosennya kompeten dan sesuai dengan prospektus. Kalau tidak sesuai laporkanlah ke LLDikti terdekat atau melalui laman Lapor di Kemendikbudristek,” jelas dia.

Sampai akhir Maret 2023, tercatat ada 4.231 Perguruan tinggi dengan 29.324 program studi. Selain itu, terdapat lebih dari sembilan juta mahasiswa dan 330 ribu dosen terdampak yang tersebar di seluruh Indonesia. Pengaduan masyarakat terkait penyelewengan yang dilakukan perguruan tinggi dapat dilakukan melalui Sidali Kemendikbudristek.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement