REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman RI meminta Kementerian Perdagangan melaksanakan prinsip good governance, akuntabel, dan transparan terkait impor bawang putih di Indonesia. Sebab, ada dugaan kuat praktik impor yang tidak memenuhi ketiga prinsip tersebut.
"Intinya tidak bisa dipertanggungjawabkan dan prosedurnya tidak jelas," kata Komisioner Ombudsman Yeka Hendra Fatika dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Merujuk pada kasus sebelumnya, Yeka mengungkapkan Ombudsman sedang mengawasi kebijakan impor bawang putih. Yeka menjelaskan, dilihat dari jejak digital sekitar tahun lalu, ada penahanan hortikultura oleh Kementerian Pertanian akibat tidak adanya Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH).
Untuk menelusuri kecurigaan prosedur itu, Ombdusman sudah meminta data-data awal ke Kemendag dan Kementan mengenai penerima izin impor selama lima tahun terakhir dan data penerima RIPH dari Kementan. Namun, dua Kementerian ini belum memberikan datanya, sehingga Ombdusman mengumpulkan informasi dari masyarakat untuk mempersiapkan langkah selanjutnya.
"Ombudsman akan melakukan investigasi terkait tata kelola dalam pelayanan dalam pemberian izin impor, baik Kemendag maupun Kementan," kata Yeka.
Pernyataan itu disampaikan Eka terkait kebijakan impor bawang putih yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan yang menuai sorotan publik. Diduga, ada permainan mafia dalam proses perizinan impor bahan pangan itu.
Hal senada disampaikan anggota Komisi IV DPR, Firman Soebagyo,. Ia mengingatkan pemerintah agar menjalankan kebijakan impor sesuai dengan aturan perundang-undangan yang ada.
Firman mengatakan pemerintah tidak boleh mengistimewakan importir dalam urusan perizinan. Jika ada importir yang memenuhi syarat, maka harus diberikan izin. Kalaupun ada yang sudah sesuai tetapi tak diberikan izin.
"Itu kan kongkalikong namanya. Itu tidak boleh. Oleh karena itu, harus ada pemerataan terhadap mereka yang sudah mendapatkan izin impor," katanya.