Jumat 09 Jun 2023 08:31 WIB

Sidang Haris-Fatia vs Luhut Dinilai Abaikan Prinsip Fair Trial

Amnesty International sebut sidang Haris-Fatia vs Luhut abaikan prinsip fair trial.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Terdakwa Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar (kanan) bersama terdakwa Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (kiri). Amnesty sebut sidang Haris-Fatia vs Luhut abaikan prinsip fair trial.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar (kanan) bersama terdakwa Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (kiri). Amnesty sebut sidang Haris-Fatia vs Luhut abaikan prinsip fair trial.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena mengkritisi sidang kasus aktivis HAM Haris-Fatia dengan kesaksian Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Kamis (8/6/2023). 

Wirya menyebut sidang Haris-Fatia vs Luhut menunjukkan pengadilan memberi perlakuan khusus terhadap pejabat tinggi. Sidang yang selama ini terbuka, hari ini menjadi sangat dibatasi dan diwarnai dengan pengamanan berlebih dari aparat

Baca Juga

"Ada prinsip fair trial yang dilupakan pengadilan dimana semua individu memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Pengamanan berlebihan menyulitkan warga umum hingga tim kuasa hukum terdakwa untuk melewati gerbang gedung PN Jakarta Timur dan pintu ruang sidang pengadilan," kata Wirya dalam keterangannya pada Kamis (8/6/2023).  

Wirya menyayangkan majelis hakim yang membatasi jumlah anggota tim kuasa hukum Haris-Fatia dengan dalih kapasitas ruang sidang tidak memungkinkan. Ia juga menyesalkan berlanjutnya praktik diskriminasi dengan menggabungkan sidang Fatia dan Haris ketika menghadirkan Luhut sebagai saksi untuk kedua terdakwa.

"Ini bertentangan dengan keputusan majelis hakim sebelumnya yang menolak permintaan tim kuasa hukum terdakwa agar perkara kedua terdakwa digabungkan," ujar Wirya. 

Wirya menegaskan jangan sampai berbagai perlakuan khusus ini mengesankan adanya keberpihakan terhadap salah satu pihak di dalam proses pengadilan yang melanggar prinsip-prinsip fair trial. 

"Fatia dan Haris tidak seharusnya menjalani persidangan ini karena ekspresi damai yang mereka lontarkan terhadap pejabat publik dengan akses kekuasaan, karena kerja mereka sebagai pembela HAM. Kami mendesak keduanya dibebaskan dari segala tuduhan," ujar Wirya. 

Sidang ke-6 atas kasus dugaan pencemaran nama baik dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur berlangsung pada Kamis (8/6) untuk mendengarkan keterangan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan sebagai saksi pelapor.  

Amnesty International Indonesia yang menghadiri persidangan Fatia-Haris sejak dimulai 3 April lalu menjumpai sejumlah kesulitan pada sidang kali ini. Pertama, tidak bisa langsung masuk ke ruang sidang karena mendapat pengamanan yang berlapis dari aparat Polri dan TNI serta petugas keamanan gedung pengadilan, mulai dari gerbang gedung hingga pintu masuk ruang sidang. 

Kedua, sidang yang dijadwalkan mulai pukul 10.00 ditunda sekitar satu jam karena perdebatan antara Majelis Hakim, Tim Kuasa Hukum kedua terdakwa, dan Jaksa Penuntut Umum mulai dari keterbatasan kursi untuk tim kuasa hukum hingga kesulitan akses ke ruang sidang. 

Fatia dan Haris didakwa memfitnah Luhut dalam konten video Youtube berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!" Mereka dijerat Pasal 27 Ayat (3) juncto Pasal 45 Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 310, dan Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement