Jumat 09 Jun 2023 12:58 WIB

Saudi: Normalisasi dengan Israel Ada Manfaatnya, Tapi Terbatas

AS mengatakan akan terus bekerja untuk normalisasi Saudi-Israel.

Seorang pria Palestina berjalan melewati mural yang dilukis di atas puing-puing sebuah rumah yang hancur dalam serangan Israel di Deir al-Balah, Jalur Gaza tengah, Kamis, (8/6/ 2023).
Foto: AP Photo/Fatima Shbair
Seorang pria Palestina berjalan melewati mural yang dilukis di atas puing-puing sebuah rumah yang hancur dalam serangan Israel di Deir al-Balah, Jalur Gaza tengah, Kamis, (8/6/ 2023).

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH – Normalisasi hubungan Arab Saudi dengan Israel menjadi kebijakan prioritas AS di Timur Tengah. Ada sejumlah negara tetangga yang telah menormalisasi hubungan dengan Israel, yaitu Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain.

Menlu AS Antony Blinken menegaskan soal normalisasi ini saat menyampaikan pernyataan bersama Menlu Saudi Pangeran Faisal bin Farhan, Kamis (8/6/2023). Berbicara di samping Blinken, Pangeran Faisal menyatakan, normalisasi akan memberikan sejumlah manfaat. 

"Namun, manfaat itu hanya terbatas jika tidak menjadi jalan untuk mewujudkan solusi dua negara antara Israel dan Palestina,’’ kata Pangeran Faisal. 

Sebuah sumber yang tahu isu ini mengungkapkan, Riyadh ingin AS mendukung program nuklir sipil sebagai imbal balik normalisasi dengan Israel. Maret lalu, The Wall Street Journal melaporkan, program nuklir ini juga jaminan keamanan di antara konsesi yang dikehendaki Riyadh. 

Pangeran Faisal berharap kesepakatan dicapai AS untuk membantu Saudi mengembangkan program nuklir. Ia tak menyatakan program nuklir ini sebagai syarat normalisasi dengan Israel. 

Aziz Alghashian, pengamat hubungan Teluk dan Israel, menyatakan Riyadh tak akan tergerak melakukan normalisasi dengan sejumlah alasan. Di antaranya saat ini Israel dijalankan oleh pemerintahan garis keras dan kurang cocoknya dengan pemerintahan Joe Biden. 

"Ini bukan pemerintahan Amerika yang ingin Saudi berikan bingkisan berupa normalisasi Saudi-Israel,’’ ujar Alghashian. Normalisasi menjadi pencapaian mengagumkan dan di bawah payung Amerika. Saudi, kata dia, tak ingin pemerintahan Biden mengambil keuntungan dari sana.

Hubungan AS-Saudi mengalami ketegangan sejak 2018 saat terjadi pembunuhan atas jurnalis AS kelahiran Saudi, Jamal Khashoggi di Konsulat Saudi di Istanbul, Turki. Kian memburuk saat Biden mulai menjalankan pemerintahan. 

AS saat itu merilis data intelijen bahwa Putra Mahkota Pangeran Muhammad bin Salmann (MBS) menyetujui pembunuhan jurnalis tersebut. Ini dibantah MBS. Kini bahkan Riyadh membangun hubungan lebih jauh dengan Rusia dan Cina, rival AS. 

Blinken pejabat tingkat tinggi kedua AS yang berkunjung ke Saudi kurang dari sebulan. Pada 7 Mei lalu, penasihat keamanan nasional Jake Sullivan juga datang ke Saudi. Blinken sebelumnya bertemu Putra Mahkota Saudi, Pangeran Muhammad bin Salman (MBS).

Keduanya berbicara selama 40 menit, membahas berbagai isu termasuk konflik Yaman, Sudan, Israel, dan hak asasi manusia. 

Mengakhiri tiga hari kunjungannya ke Saudi, Blinken menegaskan, normalisasi Israel dengan negara tetangganya untuk menjadikan Timur Tengah lebih terintegrasi, merupakan prioritas bagi AS. Hal ini ia sampaikan saat bertemu kelompok lobi Israel, AIPAC sebelum kunjungan. 

"Kami mendiskusikannya di sini dan kami akan terus bekerja, meningkatkannya ke arah lebih jauh dalam hitungan hari, pekan, dan bulan-bulan ke depan," kata Blinken. Saudi selama ini bertahan dari tekanan AS untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. 

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement