REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan reformasi Arab Saudi akan lebih berhasil bila Kerajaan memperluasnya ke hak asasi manusia. Hal ia sampaikan di penghujung kunjungannya ke Arab Saudi.
Dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan, Blinken mengatakan Arab Saudi membutuhkan talenta dari berbagai belahan dunia untuk mendorong reformasi "historis" yang dinamakan Vision 2030.
"Saya pikir di atas kepentingan dan keuntungannya sendiri Arab Saudi terus mengejar modernisasi termasuk memperluas hak asasi manusia," kata Blinken, Kamis (9/6/2023).
Ia mengatakan mengangkat kasus-kasus spesifik warga AS yang ditahan di Arab Saudi. Tapi menolak membahasnya lebih detail.
Blinken juga membahas sejumlah warga negara AS yang dilarang masuk Arab Saudi. Aktivis hak asasi manusia mengatakan sejumlah aktivis dan pembangkang pemerintah Arab Saudi diadili atau dipenjara.
Badan-badan intelijen AS menyimpulkan Putra Mahkota Pangeran Arab Saudi Mohammed bin Salman terlibat dalam pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di kantor konsulat Arab Saudi di Turki pada 2018 lalu. Mohammed bin Salman juga memimpin reformasi Vision 2030.
Putra Mahkota itu membantah memerintahkan pembunuhan Jamal Khashoggi. Tapi kemudian ia mengakui pembunuhan itu "di bawah pengawasan saya."
Menteri Faisal bin Farhan menjawab pertanyaan mengenai catatan hak asasi manusia Riyadh. Ia mengatakan Arab Saudi telah menjalani "proses reformasi signifikan" tapi pemerintah didorong "kebutuhan dan keinginan rakyat Arab Saudi" dan bukan tekanan dari negara lain.
"Kami selalu terbuka untuk berdialog dengan teman-teman kami, tapi kami tidak merespon tekanan, ketika kami melakukan sesuatu, kami melakukannya sesuai dengan kepentingan kami," kata Faisal.