Jumat 09 Jun 2023 17:34 WIB

Angka Kelahiran Rendah, Jepang akan Umumkan Reformasi Ketenagakerjaan

Pemerintah Jepang melihat dominasi populasi usia tua akan membebani ekonomi.

Red: Fuji Pratiwi
Orang-orang berjalan melintasi persimpangan Shibuya, Tokyo, Jepang.
Foto: AP/Kiichiro Sato
Orang-orang berjalan melintasi persimpangan Shibuya, Tokyo, Jepang.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang bertujuan untuk mereformasi undang-undang ketenagakerjaan, memudahkan pasangan untuk bekerja dan berbagi pekerjaan rumah tangga, dalam upaya untuk mencegah penurunan tajam jumlah kaum muda pada 2030-an, kata tiga sumber pemerintah yang mengetahui langsung masalah tersebut.

Perdana Menteri Fumio Kishida mengatakan, populasi Jepang yang menua dengan cepat memiliki kesempatan terakhir untuk membalikkan penurunan kelahiran, yang dapat merugikan pertumbuhan ekonomi dan jaminan sosial, sebelum 2030-an membawa penurunan pangsa kaum muda dalam populasi. Kishida akan mengungkap versi terakhir dari kebijakan pengasuhan anak pada konferensi pers pada 13 Juni.

Baca Juga

"Reformasi ketenagakerjaan akan memungkinkan pekerja untuk memilih gaya kerja yang lebih fleksibel seperti tiga hari libur setiap pekan," kata sumber, yang meminta anonimitas karena mereka tidak berwenang berbicara kepada media, kepada Reuters.

Peraturan lebih lanjut yang akan diadopsi pada fiskal 2024 akan membatasi waktu lembur. Rencana baru ini juga ditujukan bagi mereka yang melakukan perawatan atau menjalani perawatan kesuburan untuk tetap bekerja.