REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat dan Iran pada Kamis (8/6/2023) sama-sama membantah sebuah laporan yang menyebut kedua negara hampir mencapai kesepakatan sementara soal program nuklir Iran. Laporan itu menyebutkan Teheran akan menghentikan program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi dari AS.
"Laporan ini salah dan menyesatkan," kata seorang juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih mengacu pada sebuah artikel di situs Middle East Eye yang berbasis di London. "Setiap laporan tentang kesepakatan sementara adalah palsu," katanya menegaskan.
Misi Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa juga meragukan laporan tersebut, dengan mengatakan, "Komentar kami sama dengan komentar Gedung Putih."
Para pejabat AS dan Eropa telah mencari cara untuk mengekang program nuklir Teheran sejak gagalnya perundingan tidak langsung antara AS-Iran. Pembicaraan itu untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 antara Iran, Inggris, Cina, Prancis, Jerman, Rusia, dan Amerika Serikat.
Kesepakatan tersebut, yang bertujuan untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir, mengharuskan Teheran untuk menerima pembatasan program nuklirnya. Termasuk juga menerima inspeksi dari PBB yang lebih ekstensif dengan imbalan diakhirinya sanksi-sanksi PBB, AS, dan Uni Eropa.
Salah satu solusi yang mungkin adalah kesepakatan sementara di mana Iran akan menerima lebih sedikit batasan pada program nuklirnya. Hal ini sebagai imbalan atas keringanan sanksi yang lebih sederhana dibandingkan dengan pakta 2015.