REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Permintaan garam laut di Korea Selatan (Korsel) melonjak setelah Jepang mengumumkan akan membuang limbah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima ke laut musim panas ini. Para konsumen Korsel juga membeli banyak boga bahari karena khawatir pasokan akan berkurang.
Pihak berwenang pernelayanan Korsel berjanji meningkatkan pengawasan pada pertanian garam laut untuk mengawasi adanya peningkatan zat radioaktif dan melarang boga bahari dari perairan dekat Fukushima. Namun, langkah itu tidak menghentikan masyarakat membeli melebihi yang mereka butuhkan.
"Saya khawatir pembuangan limbah tidak hanya dapat mengontaminasi (laut) dan menimbulkan masalah kesehatan, tapi juga menaikkan harga garam dan boga bahari," kata konsumen di pasar tradisional di Seoul, Park Young-sil, Sabtu (10/6/2023).
Ketika Seoul dan Tokyo mempererat hubungan untuk memulihkan hubungan yang retak beberapa tahun terakhir. Jepang berencana membuang lebih dari satu juta ton air terkontaminasi dari PLTN Fukushima sambil mempertahankan hubungan baik dengan negara tetangga.
Jajak pendapat Research View bulan lalu menemukan lebih dari 85 persen masyarakat Korsel menolak rencana Jepang. Tujuh dari 10 orang mengatakan, mereka akan mengurangi konsumsi boga bahari bila limbah nuklir itu tetap dibuang.
Pemilik toko garam di Seoul, Hyun Yong-gil, mengatakan penjualannya naik 40 persen sampai 50 persen akhir-akhir ini. Sementara harga terus naik.
"Akhir-akhir ini kami mendapat lebih banyak konsumen dari biasanya dan banyak dari mereka tampaknya khawatir mengenai rencana pembuangan air limbah," katanya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Korsel mengumumkan pada pekan pertama bulan Juni harga garam laut naik hampir 27 persen dibandingkan dua bulan yang lalu. Namun, kementerian mengatakan, kenaikan dipicu karena cuaca buruk dan turunnya produksi, bukan pembelian panik masyarakat.
"Dengan musim hujan yang panjang selama musim semi, kecemasan para produsen semakin tumbuh," ujar kementerian dalam pernyataannya Selasa (6/6/2023) lalu.