Ahad 11 Jun 2023 18:20 WIB

Legislator Usulkan Narkotika dan Tembakau Diatur Terpisah di RUU Kesehatan

Legislator mengusulkan narkotika dan tembakau diatur terpisah dalam RUU Kesehatan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bilal Ramadhan
Massa dari Tenaga medis dan kesehatan melakukan aksi menolak pembahasan rancangan undang-undang atau RUU Kesehatan. Legislator mengusulkan narkotika dan tembakau diatur terpisah dalam RUU Kesehatan.
Foto: Republika/Prayogi
Massa dari Tenaga medis dan kesehatan melakukan aksi menolak pembahasan rancangan undang-undang atau RUU Kesehatan. Legislator mengusulkan narkotika dan tembakau diatur terpisah dalam RUU Kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI Yahya Zaini mengusulkan adanya aturan terpisah untuk zat narkotika dan tembakau, termasuk rokok elektrik sebagai salah satu produk turunannya. Hal itu untuk menjadi solusi perdebatan dalam RUU tentang Kesehatan, yang salah satunya ada pasal penyamaan zat narkotika dengan produk tembakau dalam satu kategori.

"Memang di dalam RUU disebutkan termasuk hasil produk turunan dari tembakau adalah rokok elektrik, dikategorikan sebagai bahan berbahaya. Nanti akan kita pisah secara lebih rinci. Kalau induknya produk tembakau dihilangkan dari RUU, rokok elektrik akan ikut. Memang pengaturannya harus berbeda, karena memang risikonya lebih kecil,” ujar Yahya dalam keterangan tertulis, Ahad (11/6/2023).

Baca Juga

Yahya menjelaskan industri tembakau telah menjadi bagian integral dari sejarah dan kebudayaan Indonesia selama lebih dari seratus tahun. Tidak hanya dari sisi penerimaan negara tetapi juga berdampak positif lantaran menjadi salah satu penyedia lapangan pekerjaan terbesar di Indonesia.

“Karena industri ini sangat membantu keuangan negara dan melibatkan banyak pekerja, kita akan berusaha melakukan pembicaraan dengan teman-teman fraksi yang sejalan agar masalah ini dicabut,” kata politikus Fraksi Partai Golkar itu.

Dia juga mengungkapkan, ada beberapa pandangan fraksi-fraksi terhadap pasal tembakau di RUU Kesehatan. Di mana, ada yang ingin pasal soal tembakau dicabut dan ada juga yang ingin pengaturannya kembali ke UU Kesehatan yang sudah ada.

”Jadi ada beberapa pandangan fraksi-fraksi yang menginginkan agar pasal soal tembakau itu dicabut dari RUU Kesehatan. Ada juga pandangan yang menginginkan pengaturannya kembali ke Undang Undang Kesehatan yang ada,” ungkap Yahya.

Dia mengatakan, pembahasan RUU Kesehatan di Panitia Kerja (Panja) Komisi IX untuk RUU Kesehatan memang belum sampai pada pasal 154 sampai 158 yang membahas tentang tembakau. Tapi, penolakannya sudah terjadi, terutama untuk pasal 154 yang menyetarakan tembakau dengan alkohol, narkotika, dan psikotropika.

"Saya sendiri tidak setuju jika tembakau disamakan dengan narkotika, karena adiksinya kan berbeda. Kalau narkoba kan barang haram. Sedangkan tembakau kan halal dan legal,” ujar Yahya.

Politikus Partai Golkar itu juga menjelaskan, kontribusi tembakau kepada perekonomian negara terbilang signifikan. Setidaknya, kata dia, nilainya sudah lebih dari Rp 200 triliun pada 2022 melalui cukai rokok saja. Angka tersebut diharapkan akan terus naik.

“Itu cukainya dan diharapkan naik terus itu, sedangkan pekerja yang terlibat dalam industri rokok itu 6 juta orang, baik langsung maupun tidak langsung. Jadi posisi tembakau sangat berbeda. Sumbangsihnya kepada negara sangat besar,” jelas dia.

Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI, Luluk Nur Hamidah, juga turut memantau polemik RUU Kesehatan yang terjadi di masyarakat pertembakauan saat ini. Menurut dia, pasal yang menjadi persoalan itu memang berpotensi menjadi pasal yang diskriminatif.

"Saya bisa memahami ketika ada kelompok yang menolak RUU ini, khususnya terkait pasal 154 itu dengan menilai RUU ini tidak rasional, RUU ini juga diskriminatif, dan akan mengkriminalisasi para petani dan juga para perokok," ujar dia.

Kriminalisasi yang dimaksud, kata Luluk, karena nantinya tembakau beserta produk turunannya akan disamakan perlakuannya dengan narkotika. Karena itu, dia mengatakan, tak ada kata terlambat untuk mengoreksi aturan tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement