REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Agung Sasongko dari Madinah, Arab Saudi
Direktur Bina Haji, Arsad Hidayat menilai persoalan pemindahan akomodasi hotel jamaah haji tak berdiri sendiri melainkan ada runtutan panjang. Seperti misalnya ada perubahan konfigurasi pada kapasitas pesawat dari 480 menjadi 405 jamaah. "Kan ada sisa 75 orang yang tidak berangkat yang nantinya akan diberangkatkan pada kloter berikutnya, ketika 75 orang ini berangkat tidak akan ditempatkan pada kloter yang awal, hal tersebut menyebabkan perpindahan beberapa rombongan jamaah," paparnya, Ahad (11/6/2023).
Begitu pula soal delay pesawat, lanjutnya, karakteristik penyedia akomodasi di Madinah memang sangat ketat. Ini dikarenakan jumlah hotel di sana sangat terbatas. Saat ini misalnya, pemerintah Saudi tengah membongkar sejumlah kawasan untuk dibangun hotel baru di kawasan Markaziyah. Sementara, hotel baru belum bertambah. "Pembangunan belum selesai sementara permintaan sangat tinggi. Seluruh negara menginginkan jamaahnya mampir di kota Madinah, karena di sana ada Masjid Nabawi, makam Rasulullah, dan banyak tempat bersejarah yang patut dikunjungi," kata dia.
Ihwal delay pesawat, pemerintah terus mengingatkan maskapai sembari mengurus tahapan penyelesaian keberangkatan jamaah haji Indonesia gelombang kedua dan tahapan pemulangan. Kaitan perubahan kapasitas dan delay tetap menjadi perhatian utama. "Karena bukan hanya sekali namun beberapa kali terjadi sehingga tidak hanya membuat repot jamaah tapi juga petugas," kata dia
Menurut Arsad kondisi tersebut dugaan awal karena pihak maskapai Saudia itu memiliki jumlah pesawat yang terbatas dan memang dalam kontrak penerbangan jamaah haji setiap negara menyiapkan porsi 50 persen penerbangan untuk maskapai dari Arab Saudi. "Ini jadi salah satu faktor. Saya kira dengan jumlah jamaah haju 2,5 juta maka harus disiapkan penerbangan untuk 1,25 juta jamaah," kata dia.
Arsad mengatakan apabila dalam kontrak itu tidak terjadi kesesuaian dalam pelaksanaannya berikut dengan ukuran dan penilaian maka akan ditagih.
Sebelumnya, Kementerian Agama berharap otoritas Arab Saudi memeriksa manajemen Saudia Airlines, khususnya yang bertanggung jawab dalam penerbangan jamaah haji Indonesia. Pasalnya, sampai saat ini, Saudia Airlines terus berbuat tidak profesional.
Langkah tidak profesional itu dilakukan antara lain dengan sering mengubah kapasitas seat pesawatnya. Tindakan itu dilakukan secara sepihak, tanpa persetujuan Kementerian Agama.
Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Saiful Mujab menegaskan bahwa ketidakprofesionalan Saudia Airlines telah mengganggu kenyamanan dan ketenangan jamaah. Sebab, kapasitas seat pesawat yang disiapkan terus berubah-ubah.
"Dari aspek penerbangan, Saudia Airlines tahun ini gagal memberikan layanan yang baik ke jemaah haji Indonesia," tegas Saiful Mujab di Jakarta, belum lama ini
Saiful Mujab sangat menyayangkan tindakan Saudia Airlines dalam proses pemberangkatan jamaah haji Indonesia gelombang pertama. Manajemen Saudia sangat semrawut dalam pelaksanaan penerbangan jamaah agar sesuai jadwal dan kapasitas seat pesawat yang telah disepakati.
"Saya pikir pihak otoritas Arab Saudi perlu meninjau dan memeriksa manejemen Saudia Airlines saat ini. Kenapa mereka tidak mampu menerbangkan jamaah haji sesuai jadwal? Kenapa tidak mampu menyediakan pesawat dengan kapasitas seat yang dijanjikan?" ucap Saiful Mujab.
Pemeriksaan, kata Saiful, layak dilakukan. Sebab, proses penerbangan jamaah haji Indonesia sudah dibahas sejak lama. Jadwal dan jenis pesawat yang digunakan juga sudah ditentukan dan disepakati.
"Tahun ini Saudia Airlines benar-benar kacau, tidak komitmen dengan kontrak kerja," tegas Saiful Mujab.
"Tingkah Saudia Airlines membuat banyak jamaah terpecah dari rombongannya sehingga menjadi tidak nyaman. Ini jelas tidak sejalan dengan semangat memuliakan jamaah haji," ujarnya.