Senin 12 Jun 2023 15:23 WIB

ESDM Sebut Perkembangan Smelter Nikel Paling Pesat

Kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah akan memacu akselerasi hilirisasi.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Lida Puspaningtyas
Aktivitas tungku smelter nikel di PT VDNI di kawasan industri di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Jumat (9/9/2022). Smelter nikel yaitu PT VDNI dan PT OSS yang berada di kawasan tersebut mengadopsi teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) untuk memproses nikel dan AOD furnace ke produk akhir yaitu stainless steel.
Foto: ANTARA/Jojon
Aktivitas tungku smelter nikel di PT VDNI di kawasan industri di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Jumat (9/9/2022). Smelter nikel yaitu PT VDNI dan PT OSS yang berada di kawasan tersebut mengadopsi teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) untuk memproses nikel dan AOD furnace ke produk akhir yaitu stainless steel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meyakini kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah akan memacu akselerasi hilirisasi di dalam negeri. Staf Khusus Menteri ESDM bidang Percepatan Tata Kelola Minerba Irwandy Arif menilai dasar aturan tentang pelarangan ekspor mineral mentah sudah cukup untuk meningkatkan program hilirisasi.

"Kita berharap percepatan hilirisasi yang sudah terjadi untuk pengembangan dan yang akan terbangun," ujar Irwandi dalam diskusi bertajuk "Untung Rugi Larangan Ekspor Mineral Mentah" di Jakarta, Senin (12/6/2023).

Irwandi mengatakan, nikel menjadi industri dengan perkembangan paling pesat dengan 100 smelter yang mengarah ke industri besi baja. Irwandi menyampaikan, sudah ada empat smelter dengan produk nikel pig iron dan feronikel, sementara belasan smelter nikel akan menyusul dalam pengembangan baterai.

Selain nikel, ada juga bauksit. Irwandi mengatakan telah ada empat perusahaan yang menghasilkan bijih bauksit menjadi alumina. Dari empat perusahaan tersebut, satu di antara berhasil memgkonversikan alumina ke aluminium.