Senin 12 Jun 2023 19:51 WIB

El Nino Tingkatkan Kasus DBD, Kemenkes: Tahun Ini Harus Waspada

Nyamuk akan semakin ganas saat berada di suhu yang lebih panas.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Gita Amanda
Kasus demam berdarah yang tergolong Neglected Tropical Deseases (NTD) akan semakin meningkat karena El Nino. (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Kasus demam berdarah yang tergolong Neglected Tropical Deseases (NTD) akan semakin meningkat karena El Nino. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Imran Pambudi, mengatakan kasus demam berdarah yang tergolong Neglected Tropical Deseases (NTD) akan semakin meningkat di tahun ini. Hal itu, kata dia, dipengaruhi oleh fenomena El Nino dan IOD Positif yang berbarengan.

“Kalau dilihat jumlah kasus pada tahun 1968, maka kita lihat polanya kasus-kasusnya  tinggi akan terjadi pada saat adanya El Nino,” kata Imran dalam konferensi pers daring di Jakarta, Senin (12/6/2023). 

Baca Juga

Dia menjelaskan, layaknya El Nino di masa lampau, kondisi serupa di tahun ini menyebabkan suhu yang meningkat. Berdasarkan penelitian, kata dia, nyamuk akan semakin ganas saat berada di suhu yang lebih panas. 

“Jadi frekuensi dia menggigit anak meningkat 3-5 kali lipat di atas 30 derajat. Tahun ini kita harus waspada karena kita sekarang masuk ke El Nino,” jelas dia.

Dia menyebut, kondisi akan diperparah dengan kondisi air yang sulit dan genangan yang tidak tersalurkan. Alhasil, saat kondisi nyamuk lebih ganas dan makin berkembang biak, kejadian bisa lebih masif.

“Mungkin seminggu sekali atau 3-4 hari hujan. Ada tampungan air di ban bekas, di kaleng, di sampah, ini jadi breeding place,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita mengatakan, berdasarkan pemantauan hingga akhir Mei lalu, intensitas El Nino semakin menguat. Di waktu yang sama, pihaknya juga mendeteksi adanya Indian Ocean Dipole (IOD) indeks yang terus menguat ke arah positif.

“Artinya ini seperti fenomena di 2019, di mana mengakibatkan kondisi lebih kering di wilayah Indonesia,” kata Dwikorita.

Dia menegaskan, kondisi penguatan El Nino dan IOD Positif terjadi secara bersamaan. Menurut Dwikorita, El Nino yang terjadi dikontrol oleh suhu muka air laut di Samudra Pasifik.

“Sedangkan IOD positif dikontrol oleh suhu muka air laut di wilayah Samudra Hindia. Keduanya saling menguatkan kondisi tersebut (keringnya wilayah Indonesia). Dan inilah yang perlu disampaikan perkembangannya,” jelas dia.

Dia memerinci, berdasarkan data pengamatan suhu muka air laut di Samudra Pasifik, La Nina memang telah berakhir pada Februari 2023 lalu. Lebih lanjut, pada Maret-April 2023, indeks El Nino-Southern Oscillation (ENSO) berada pada fase netral.

“Ini mengindikasikan tidak adanya gangguan iklim dari Samudra Pasifik pada periode Maret-April,” ucapnya.

Namun demikian, saat memasuki Mei hingga awal Juni ini, disebutnya ada fenomena terkait suhu muka air laut di Samudra Pasifik yang berubah dan mengarah ke El Nino di Juni 2023. Menurut dia, semakin menghangat kondisi Samudra Pasifik, anomali temperatur di Pasifik pun kian meningkat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement