REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ulama dan cendikiawan ternama asal Turki, almarhum Badiuzzaman Said Nursi mengungkapkan bahwa mencintai kedudukan merupakan salah satu penghalang keikhlasan. Hal ini disampaikan Nursi dalam karyanya yang berjudul Al-Lama’at terbitan Risalah Nur.
“Penghalang ikhlas yang kedua adalah membiarkan nafsu ammarah bersikap ego, mencari pangkat dan kedudukan agar menjadi perhatian manusia, serta senang kepada sanjungan orang karena motivasi ingin terkenal dan populer yang lahir dari cinta kedudukan dan adanya ambisi untuk mendapatkan kehormatan,” kata Nursi.
Di samping merupakan penyakit kejiwaan yang kronis, menurut dia, cinta kedudukan juga merupakan sifat yang membuka pintu menuju “syirik yang samar”, yaitu riya dan ujub, sekaligus merusak keikhlasan.
Nursi menuturkan, karena pengabdian yang kita lakukan ini berlandaskan pada hakikat dan persaudaraan, di mana rahasia persaudaraan itu baru terwujud ketika seseorang meleburkan dirinya dalam pribadi saudara-saudaranya dan ketika ia lebih mengutamakan mereka, maka seharusnya persaingan yang bersumber dari cinta kedudukan tidak boleh mempengaruhi kita.
Sebab, lanjut Nursi, sifat tersebut sangat bertentangan dengan manhaj kita. Karena kemuliaan dan kehormatan seluruh saudara kembali kepada setiap orang dalam jamaah, maka kedudukan yang tinggi dan kemuliaan yang agung milik jamaah tersebut tidak mungkin dikorbankan demi popularitas dan kemuliaan pribadi yang berasal dari egoisme dan rasa iri.
“Aku percaya bahwa hal itu tidak dimiliki oleh para murid Nur. Ya, kalbu, akal, dan jiwa semua murid Nur tidak akan terjatuh pada hal-hal rendah semacam itu,” tulis Nursi.
Hanya saja, menurut Nursi, setiap orang memiliki nafsu ammarah. Kadang-kadang perasaan nafsu berpengaruh dan mengalahkan akal, kalbu, dan jiwa mereka. Dengan bersandar pada pengaruh yang diberikan oleh Risalah Nur, Nursi pun tidak mencurigai kalbunya, akal, dan jiwa murib Nur.
Namun demikian, nafsu, selera rendah, perasaan, dan angan-angan kadang-kadang menipu. Karenanya, kata Nursi, peringatan yang diberikan kepada muridnya kadangkala bersifat pedas dan keras.
“Kerasnya peringatan tersebut tidak lain ditujukan kepada nafsu, selera rendahan, perasaan, dan angan-angan tersebut. Maka dari itu, kalian senantiasa harus waspada,” jelas Nursi.