REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merayakan hari ulang tahun menjadi hal lumrah di kalangan masyarakat Indonesia. Setiap tahun, bagi yang sedang merayakan pertambahan umur, tak jarang seseorang meniup lilin di atas kue ulang tahunnya.
Bagaimana Islam memandang perayaan ulang tahun dengan meniup lilin? Menurut ulama muda, Lora Ismail Amin Kholil atau Lora Ismael, tradisi tiup lilin memang tidak dianjurkan di zaman Rasulullah SAW. Namun, ketika ini jadi kebiasaan masyarakat yang melekat, maka tidak berarti mereka jadi menyembah api atau percaya berdoa dengan lilin.
“Saya yakin bagi orang awam sekalipun nggak ada maksud sama sekali dalam hati mereka untuk menyembah api ketika meniup lilin,” kata Lora Ismael yang juga putra dari almarhum KH Amin Kholil Yasin.
Dikutip dari laman NU Online, ustadz A Zaeini Misbaahuddin Asyuari, Alumnui Ma'had Aly Lirboyo Kediri dan pegiat literasi pesantren, mengatakan bahwa berbagai literatur keislaman memberikan keterangan perihal merayakan hari ulang tahun dalam Islam.
Perayaan ini diperbolehkan selama dilakukan dengan tujuan bersyukur atas nikmat karunia Allah. Tetapi tidak dianjurkan dirayakan dengan hal-hal yang diharamkan seperti campur-baur berdesakan antara laki-laki dan perempuan, terlalu berlebihan dan merayakannya dengan kebiasaan yang tidak islami.
Apabila menyerupai perayaan ulang tahun layaknya orang Barat yang membawa unsur-unsur kemaksiatan dan pemborosan harta, misalnya, maka hukumnya menjadi tidak diperbolehkan. Tetapi sebaliknya, jika mengandung prinsip Islami, hukumnya boleh-boleh saja.
Syekh Dr M Said Ramadhan Al-Buthi, dalam kompilasi fatwanya saat ditanya perihal hukum merayakan hari ulang tahun, memberikan jawaban tegas. “Aku tidak menyukai kebiasaan Barat yang tidak islami menyebar di rumah-rumah Muslim, sebab dalam hal itu terdapat dampak yang membahayakan yang telah diketahui.” (Said Ramadhan Al-Buthi, Ma’an Nas Masyurat Wa Fatawa, (Beirut: Darul -Fikr), juz II, halaman 223).
Kesimpulannya bahwa hukum merayakan hari ulang tahun diperbolehkan, selama dilakukan dengan tujuan bersyukur dan sebagai momentum untuk mengintropeksi diri. Perayaan boleh dilakukan dengan cara-cara yang tidak berseberangan dengan syariat, seperti mengandung unsur kemaksiatan, campur-baur antara perempuan dan laki-laki, pesta minuman keras, tindakan pemborosan dan menyamai kebiasaan Barat atau non-Muslim, seperti meniup lilin, memasang gambar, ataupun patung di tengah-tengah kue tart, serta diiringi dengan alunan suara musik dan dansa. Begitu pula hukum mengucapkan selamat hari ulang tahun, dalam Islam hukumnya diperbolehkan, sebab tidak terdapat nash sharih perihal hukum tahniah.