Selasa 13 Jun 2023 06:06 WIB

BMKG: Puncak Musim Kemarau akan Dibarengi El Nino

Etik mengatakan musim kemarau kali ini bakal lebih kering dari tahun lalu.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Fernan Rahadi
Kemarau. Ilustrasi
Foto: antara
Kemarau. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kepala Kelompok Data dan Informasi BMKG Stasiun Klimatologi Sleman, Etik Setyaningrum mengatakan puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada Agustus 2023 mendatang. Namun ia mengingatkan bahwa puncak musim kemarau kali ini akan dibarengi dengan fenomena El Nino.

"Jadi perlu diwaspadai bahwa di puncak musim kemarau yang harusnya memang curah hujannya kecil ditambah dengan fenomena tadi yang benar-benar mengurangi mungkin dampaknya mungkin pengurangan curah hujan di daerah itu sangat sedikit sehingga suplai air di hulu ke hilir itu juga akan berkurang seperti itu," kata Etik ditemui wartawan usai rakor persiapan menghadapi El Nino di Kantor Sekretariat Daerah Sleman, Senin (12/6/2023). 

Etik mengatakan kondisi tersebut membuat musim kemarau kali ini lebih kering dibandingkan tahun lalu. Sedangkan pada tahun 2022 lalu yang terjadi adalah musim kemarau basah. 

"Penyebabnya karena kebalikannya dengan El Nino adanya La Nina, La Nina itu dampaknya menambah curah hujan di periode musim kemarau, (musim kemarau kali ini) itu perlu diwaspadai karena lebih kering dibandingkan tahun yang lalu," ungkapnya. 

Etik mengatakan wilayah di Sleman yang berpotensi terjadi kekeringan adalah wilayah Prambanan, Peringatan dini kekeringan yang dikeluarkan BMKG yaitu kekeringan meteorologis, artinya kekeringan yang berdasarkan curah hujan jauh di bawah normal.

"Jadi kekeringan yang berdasarkan curah hujan aja yang jauh di bawah normalnya, jadi bukan kekeringan yang dari tanah, jadi dari atas curah hujan aja, Jadi sebatas itu," kata Etik. 

Selain itu Etik juga menjelaskan bahwa level peringatan yang dikeluarkan BMKG di suatu daerah dilakukan berdasarkan curah hujan per dasarian. Level Waspada misalnya yang curah hujanya lebih dari 21 hari dengan curah hujan kurang dari 20 mm/dasarian. Kemudian level Siaga yakni hari tanpa hujan lebih dari 31 hari dengan curah hujan kurang dari 20 mm/dasarian. Lalu level Awas yakni ketika hari tanpa hujan lebih dari 61 hari dengan curah hujan kurang dari 20 mm/dasarian. 

"Apakah ke depannya itu waspada semakin meluas? Ya kita pantau dengan kondisi curah hujannya sendiri, karena nanti kalau curah hujan misalnya ada gangguan misalnya ada gangguan MJO atau Madden-Julian Oscillation itu kan cuma 40 hari umurnya, tapi ketika dia lewat apakah dia tidak kalah dengan monsun timuran atau angin timuran di wilayah kita dia akan menimbulkan hujan walaupun intensitasnya cukup ringan, tapi akan menggugurkan hari tanpa hujan itu sehingga status peringatan dininya pun menjadi netral karena kita berdasarkan curah hujan itu, peringatan dini kekeringan meteorologisnya," ungkapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement