REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Koordinator Kemanusiaan PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina, EUpalestinians memperingatkan, ratusan warga Palestina di Yerusalem berisiko mengalami pengusiran paksa. Dalam cuitan di Twitter, EUREP bersama dengan misi diplomatik lainnya mengunjungi keluarga Ghaith-Sub Laban, yang diperintahkan untuk meninggalkan rumah mereka di Muslim Quarter di Kota Tua Yerusalem Timur sebelum 11 Juni.
"Ini terjadi dalam konteks, di mana sekitar 150 keluarga Palestina di Yerusalem Timur berisiko mengalami penggusuran dan pemindahan paksa oleh otoritas Israel," ujar pernyataan EUREP, dilaporkan Middle East Monitor, Senin (12/6/2023).
Rumah keluarga Sub Laban terletak di sebuah bangunan di Aqabat alKhalidiyah di Kota Tua, yang menghadap langsung ke Masjid Al-Aqsha. Rumah itu dihuni oleh Mustafa Sub Laban yang berusia 70 tahun dan istrinya Nora.
Para pemukim sebelumnya telah merebut bagian atas bangunan dan bagian lainnya. Rumah Sub Laban dikelilingi oleh pemukiman ilegal di semua sisi.
Kelompok pemukim mengajukan tuntutan terhadap keluarga Sub Laban dalam upaya untuk mengusir mereka secara paksa dari rumah mereka pada 1978. Keluarga Sub Laban membawa kasus tersebut ke pengadilan dan menang tujuh kali.
Namun pada 2010, otoritas pendudukan memindahkan properti tersebut ke asosiasi pemukiman Ateret Cohanim. Asosiasi Ateret Cohanim mulai mengajukan kasus terhadap keluarga Sub Laban dalam upaya untuk mendeportasi mereka secara paksa.
Pada 2016, Mahkamah Agung Israel mengeluarkan keputusan untuk melarang anak dan cucu Sub Laban tinggal di rumah tersebut. Hal ini bertujuan mencegah mereka mengklaim hak atas perlindungannya sebagai generasi ketiga.