REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Palestina dilanda kecemasan terkait rancangan undang-undangan (RUU) yang berisi rencana pembagian area Masjid Al-Aqsha. RUU diajukan Amit Halevi, anggota partai berhaluan kanan, Likud yang dalam beberapa hari ke depan diserahkan ke Parlemen Israel (Knesset).
Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh berharap, bantuan negara-negara Muslim, di antaranya Turki, Malaysia, Indonesia, dan Mesir untuk mencegah penerapan undang-undang tersebut pada kemudian hari.
Membagi area Al Aqsha, akan memicu kemarahan luas. "Dampaknya tak bisa diprediksi karena kesakralan dan nilai agama atas Al-Aqsha bagi Palestina, Arab, dan Muslim,’’ ujarnya saat membuka rapat kabinet di Ramallah, Tepi Barat, seperti dilansir Arab News, Senin (12/6/2023).
Karena itu, dia menyeru Arab, dunia Islam, dan internasional bertindak untuk mencegah hal tersebut. Tak hanya kecaman, tetapi menjatuhkan sanksi yang akan mencegah perubahan status Al-Aqsha dan kekerasan di situs suci Islam dan Kristen di Yerusalem.
RUU ini akan memecah Al-Aqsha menjadi area bagi Muslim dan Yahudi. Halevi mengusulkan dalam RUU itu, area yang diperuntukkan bagi Yahuid membentang dari halaman Dome of the Rock hingga ujung batas utara Al-Aqsha.
Pemecahan area ini akan mengubah identitas Islam di Al-Aqsha dan pembatasan pada aula sholat Al-Qibli. Ini seperti yang terjadi pada Masjid Ibrahim di Hebron yang juga dipecah, 75 persen area untuk Yahudi, sedangkan sisanya bagi Muslim.
Draf ini akan memperbolehkan pemeluk Yahudi memasuki kompleks Al-Aqsha dari semua gerbang. Bukan lagi secara khusus dari Gerbang Maroko, yang selama ini dikendalikan penuh oleh Israel dan warga Palestina tak bisa mengaksesnya.
Palestina meyakini rencana ini merupakan permulaan proyek besar dan bahaya Israel terkait Al-Aqsha yang akan menyeret konflik Palestina-Israel ke dalam perang agama. Memperluas kekerasan di wilayah Palestina.
Selama ini, Palestina dan Yordania yang menjadi penjaga situs Islam dan Kristen, menentang segala upaya campur tangan atau perubahan oleh Israel di dalam Masjid Al-Aqsha.
Ahmed Al-Ruwaidi, penasihat presiden pada isu Yerusalem, menyatakan, rencana ini merupakan upaya lain Israel mengendalikan seluruh Yerusalem dan aneksasi Yerusalem timur menjadi bagian dari wilayahnya.
Al-Ruwaidi kepada Arab News menuturkan, Israel terus mengikis peran Palestina di Yerusalem. Mereka menargetkan lembaga dan figur Palestina. Masjid Al-Aqsha, dia melanjutkan, merupakan situs suci bagi Muslim dan Israel mestinya menghormati perwalian Yordania atas Al-Aqsha.
Menurut dia, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memberi lampu hijau bagi aktivis sayap kanan, seperti Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich untuk menyerbu Al-Aqsha dan melontarkan pernyataan-pernyataan rasialis.
Netanyahu memanfaatkan isu Al Aqsha untuk memperoleh dukungan politik. "Jika perang agama terjadi, semua orang akan mengalami dampak buruknya," kata Al-Ruwaidi.
Dalam perkembangan lain, Ministerial Committee for Legislative Affairs di Knesset telah menyetujui RUU yang bertujuan menghimpun denda dari warga Palestina yang diputuskan pengadilan militer di Tepi Barat dan denda lalu lintas yang dikumpulkan polisi Israel dan ditransfer ke Kementerian Keuangan Israel.