Selasa 13 Jun 2023 09:27 WIB

Rencana Pertemuan AHY-Puan yang Dinilai Bisa Menjadi Bumerang

Rencana pertemuan AHY-Puan sudah didahului oleh pertemuan sekjen Demokrat dan PDIP.

Puan Maharani (kiri) dan Agus Harimurti Yudhoyono (kedua kiri). Keduanya direncanakan menggelar pertemuan dalam waktu dekat. (ilustrasi)
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Puan Maharani (kiri) dan Agus Harimurti Yudhoyono (kedua kiri). Keduanya direncanakan menggelar pertemuan dalam waktu dekat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Nawir Arsyad Akbar

Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Ari Nurcahyo, menilai rencana pertemuan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Ketua DPP PDIP Puan Maharani bisa menjadi bumerang bagi kedua partai. Hal ini karena ada dugaan pertemuan keduanya ini sebagai upaya menggagalkan pencapresan dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang mendukung Anies Baswedan.

Baca Juga

Ari menilai, jika pertemuan dilakukan sebagai manuver politik PDIP untuk menggembosi peluang pencapresan tokoh tertentu, bentuk preseden buruk bagi demokrasi ke depan.

"Makanya ketika ada manuver ini untuk menggagalkan pencapresan Mas Anis saya pikir itu akan menjadi bumerang buat PDIP akan menjadi bumerang bagi Partai Demokrat," ujar Ari dalam keterangannya, Selasa (13/6/2023).

Ari mengatakan, dari ketiga bakal calon presiden (bacapres) yang muncul saat ini, dua calon yakni Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo diasosiasikan sebagai penerus Presiden Joko Widodo. Sedangkan Anies Baswedan sebagai antitesa Jokowi simbol perubahan.

Dia menilai, kombinasi ini sudah ideal untuk demokrasi Indonesia pada masa mendatang. Karenanya, jika kemudian berupaya digagalkan masa akan merusak demokrasi.

"Tidak semuanya all Jokowiman, ya kalau semua all Jokowiman ya negara ini tidak belajar dari bagaimana mengelola perbedaan, demokrasi kita tidak melihat bahwa perbedaan itu penting, bagaimana perbedaan itu kita selesaikan dengan cara-cara demokratis, yaitu melalui pemilu," ujar Ari.

Karena itu, dia berharap pertemuan kedua partai sebelumnya tidak pernah berkoalisi ini diharapkan hanya sebagai upaya dialog politik menuju pemilu, bukan untuk menggagalkan koalisi perubahan. Sebab, koalisi perubahan dibutuhkan untuk memberikan warna baru dan pilihan bagi rakyat Indonesia di Pemilu.

"Kalau itu menjadi bagian dari manuver, saya pikir baik PDIP dan Partai Demokrat berpikir pendek, tidak berpikir untuk bagaimana kemaslahatan demokrasi ke depan, bagaimana kita belajar bahwa perbedaan pilihan politik kita selesaikanlah lewat cara cara yang memang pemilu, itu sebagai ajang pengadilan politik. kita butuh warna baru," ujarnya.

Apalagi, lanjut Ari, upaya-upaya menggagalkan pencapresan juga bentuk melanggar etika politik dan menghapus peluang salah satu capres dengan cara politik non-elektoral.

"Jadi biarkan tiga capres ini selayaknya memang maju, nanti tinggal bagaimana cawapresnya, dengan poros koalisi partai masing-masing," ujarnya. 

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai rencana pertemuan Ketua DPP PDIP Puan Maharani dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai strategi gimmick politik kedua partai. Ujang menyebut kepentingan pragmatis di balik rencana pertemuan partai pemerintah dan oposisi tersebut.

"Ya pragmatis saja, keduanya saling membutuhkan satu sama lain dalam konteks hari ini, PDIP membutuhkan Demokrat agar bisa bercerai dengan Anies kan gitu, lalu Demokrat kebutuhannya adalah agar bisa punya bargaining yang tinggi di mata koalisi perubahan," ujar Ujang dalam keterangannya, Selasa (13/6/2023).

Ujang mengatakan, PDIP memahami kebatinan Partai Demokrat yang sedang gamang di Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) karena belum ada isyarat menjadikan AHY sebagai cawapres dari Anies Baswedan. Hal ini pun dimanfaatkan PDIP untuk mulai menggoyang Demokrat di Koalisi Perubahan.

Begitu pun bagi Demokrat, upaya manuver politik ini dimanfaatkan untuk menaikkan nilai tawar ke koalisi perubahan untuk menjadikan AHY sebagai cawapres. Sebab, kata Ujang, kemungkinan kecil bagi PDIP dan Demokrat yang selama ini berseberangan untuk berkoalisi, bahkan menjadikan AHY cawapres.

"Karena galau lalu PDIP masuk menggoyang mengganggu ya istilahnya memecah belah halus Demokrat agak bisa bergabung ke PDIP. Padahal dalam konteks gabungnya misalnya Demokrat ke PDIP itu juga tidak akan mendapat cawapres juga, ya sebagai permainan dan strategi politik saja," ujar Ujang.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) pun menilai pertemuan ini tidak kemudian menjadi ancaman bagi Koalisi Perubahan. Menurutnya, menjadi ancaman adalah ketika AHY tidak dijadikan cawapres Anies dan hengkang dari koalisi perubahan.

"Ancaman bagi koalisi perubahan adalah ketika AHY-nya tidak menjadi cawapres lalu disitulah mungkin akan terjadi dinamika pergeseran pergeseran, kekecewaan-kecewaan Demokrat AHH ketika tidak jadi cawapres. Baru di situ akan muncul perpecahan," kata Ujang.

Sebab, terdapat kabar jika cawapres Anies berasal dari tokoh di luar koalisi perubahan. Hal ini membuat Demokrat kemudian bersikap dan berupaya menaikkan nilai tawar.

"Jadi saya melihat itu bagian dari bargaining Demokrat untuk bisa mendapatkan jatah sebagai calon wakil presiden di koalisi perubahan Anies Baswedan. karena saat ini kan sudah saling serang antara Nasdem dan Demokrat terkait pencawapresan AHY," ujarnya.

"Karena mungkin ada indikasi koalisi perubahan ingin mengajak pihak lain di luar mungkin Khofifah dan pada saat yang sama di situlah Demokrat marah ingin mengevaluasi, sehingga punya bargaining yang tinggi untuk menjadikan AHY sebagai cawapres," katanya menambahkan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement