Selasa 13 Jun 2023 13:27 WIB

Remaja di Bogor Jadi Muncikari karena Masalah Ekonomi

Modus mengiming-imingi para korban untuk dijual ke pria hidung belang.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Agus Yulianto
Polisi wanita (Polwan) menggiring dua tersangka mucikari. (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/M RISYAL HIDAYAT
Polisi wanita (Polwan) menggiring dua tersangka mucikari. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dua anak berhadapan hukum (ABH) di Kota Bogor berinisial S (17 tahun) dan SPS (16) terlibat kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Motif kedua anak tersebut terlibat dalam kasus ini ialah karena masalah ekonomi.

Kasat Reserse Kriminal Polresta Bogor Kota Kompol Rizka Fadhila mengatakan, alasan kedua ABH terlibat dalam kasus prostitusi ini, sama seperti tujuh pelaku lainnya yang ditangkap Polresta Bogor Kota belum lama ini. Kedua ABH memiliki modus mengiming-imingi para korban untuk dijual ke pria hidung belang, dengan menawarkan pekerjaan.

“Rata-rata (korban) itu ada yang memang dia kenal sehingga terjadi komunikasi intens. Kemudian dilanjutkan dengan upaya meyakinkan bahwa dia itu tidak apa-apa bekerja sebagai objek yang diperjualbelikan,” kata Rizka, Selasa (13/6/2023).

Lebih lanjut, Rizka menjelaskan, kedua ABH ini sudah tidak bersekolah. Namun, secara pekerjaan keduanya bisa secara mandiri mencari pekerjaan sendiri.

“Dan mereka memang secara sadar dan mengetahui bahwa dia melakukan praktik ini, sudah pernah sebelumnya. Artinya, bukan sekali,” ujarnya.

Selain itu, dia melanjutkan, kedua ABH ini ditangkap di dua tempat kejadian perkara (TKP) yang berbeda di Kota Bogor. Sehingga keduanya tidak saling berkaitan meskipun melakukan tindak pidana yang sama.

“Mereka ini adalah komplotan yang bekerja secara mandiri dan memang ini lokasinya banyak. Sesuai arahan pimpinan kita akan terus memerangi praktik-praktik perdagangan orang seperti ini,” katanya.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Bogor, Dede Siti Aminah, mengatakan, pencegahan TPPO bukan hanya tanggung jawab aparat penegak hukum (APH). Namun, masyarakat juga menurutnya memiliki peranan penting untuk mencegah TPPO beesama-sama.

Oleh karena itu, Dede mengimbau masyarakat terutama orangtua dan orang dewasa untuk lebih waspada dan peka terhadap perubahan pada diri anak. “Misalnya dari gaya hidup anak, ada penghasilan yang tidak sewajarnya. Harusnya orang dewasa dan orang tua mulai peka,” ujarnya.

Ia pun mengapresiasi langkah Polresta Bogor Kota yang terus berkomunikasi intens dengan KPAID Kota Bogor melalui Unit Perplindunhan Perempuan dan Anak (PPA). Mengingat yang menjadi korban dan pelaku TPPO juga anak-anak di bawah umur.

“Terhitung cepat penangkapannya. Tapi, tidak cukup puas sampai di situ, masih banyak pekerjaan rumah (PR) isu perempuan dan anak harus dituntaskan dan dikawal bersama,” ujarnya.

Sebelumnya, diberitakan Polresta Bogor Kota meringkus sembilan pelaku dari enam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang masih terjadi di Kota Bogor. Sembilan pelaku yang berperan sebagai muncikari itu, mengeksploitasi anak-anak di bawah umur untuk dijual ke pria hidung belang.

Dengan berbagai bujuk rayu dan iming-iming gaji sebesar Rp 4 juta hingga Rp 5 juta per bulan, para pelaku merekrut dan mempekerjakan anak-anak di bawah umur tersebut. Padahal, korban yang rata-rata berusia 17 tahun dieksploitasi secara ekonomi dan seksual.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement