Selasa 13 Jun 2023 19:28 WIB

Gugatan Jusuf Hamka yang Berbalas Serangan Balik dari Pemerintah

Menkeu Sri Mulyani mengaku masih harus hati-hati pelajari klaim utang Jusuf Hamka.

Rep: Novita Intan/ Red: Teguh Firmansyah
Pengusaha nasional Jusuf Hamka.
Foto: Republika.co.id
Pengusaha nasional Jusuf Hamka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik Jusuf Hamka dan Kementerian Keuangan mengenai utang sebesar Rp 800 miliar semakin memanas. Pemilik PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk itu menjelaskan utang itu bermula dari deposito milik perusahaan di Bank Yakin Makmur (Bank Yama) yang tak kunjung diganti selepas likuidasi pada krisis moneter 1998.

Pemerintah berdalih Citra Marga Nusaphala terafiliasi dengan pemilik Bank Yama, yakni Siti Hardijanti Hastuti Soeharto atau Tutut Soeharto. Namun, pria yang akrab disapa Babah Alun itu membantah tudingan tersebut.

Baca Juga

Dia lantas mengajukan gugatan dan menang di Mahkamah Agung (MA) pada 2015 dan pemerintah diwajibkan membayar deposito Citra Marga Nusaphala Persada beserta bunganya sebesar dua persen per bulan. Jusuf mengaku sudah bersurat dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan pada 2019-2020 untuk menagih pembayaran utang. 

Namun, dia mengeklaim Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan selalu sulit dihubungi dengan dalih masih melakukan verifikasi di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani angkat suara terkait permasalahan tersebut. Sri Mulyani mengatakan pihaknya harus berhati-hati dan teliti untuk mempelajari permasalahan tersebut karena utang tersebut bersumber dari masa lalu. 

"Ini sesuatu yang memang secara keuangan negara, buat kita, memang adalah sesuatu yang perlu kita pelajari betul secara teliti," ujarnya kepada wartawan, Senin (12/6/2023).

Sri Mulyani pun menyinggung aset-aset Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang belum sepenuhnya kembali ke negara. Dia mempertanyakan negara masih terus ditagih oleh pihak terafiliasi ketika sudah susah payah menyelamatkan sejumlah bank pada masa krisis moneter.

"Jangan sampai negara yang sudah membiayai bailout dari bank-bank yang ditutup dan sekarang masih dituntut lagi untuk membayar berbagai pihak yang mungkin masih terafiliasi waktu itu," ucapnya.

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement