REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Militer Taiwan merilis buku pegangan pertahanan sipil yang diperbarui pada Selasa (13/6/2023). Untuk pertama kalinya buku ini mencakup tentang cara membedakan antara tentara Cina dan Taiwan berdasarkan seragam, kamuflase, dan lencana mereka.
Taiwan meluncurkan buku pegangan tahun lalu di tengah meningkatnya ketegangan dengan Beijing dan setelah invasi Rusia ke Ukraina. Dalam buku itu, Taiwan merinci cara menemukan tempat perlindungan bom, persediaan air dan makanan melalui aplikasi smartphone, serta tips untuk menyiapkan kotak P3K darurat.
Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan, mereka menerima umpan balik bahwa buku itu perlu mencerminkan skenario perang dengan lebih baik. Salah satu perubahan termasuk ilustrasi personel militer Taiwan dan tentara yang mengenakan seragam militer Cina. Tentara Taiwan ditampilkan tersenyum, sedangkan tentara Cina memiliki mulut yang tertunduk dan ekspresi yang buruk.
"Sebenarnya cukup sulit untuk membedakan mereka," kata Direktur All-Out Defense Mobilization Agency, Shen Wei-chih kepada wartawan di Kementerian Pertahanan.
Buklet tersebut mengasumsikan tentara Cina akan mengenakan seragam Tentara Pembebasan Rakyat. Para ahli mengatakan, pasukan khusus mungkin memakai perlengkapan yang berbeda saat mereka mencoba menyusup ke Taiwan selama invasi.
Taiwan juga telah memeriksa tempat perlindungan bom untuk memastikan kesesuaiannya dan memperbarui rambu-rambu agar lebih mudah ditemukan. Penanda akhirnya mungkin termasuk lampu berkedip.
Personil darurat Taiwan, termasuk polisi dan responden pertama, juga ditampilkan dalam buku pegangan baru. Buku pegangan ini akan tersedia dalam versi e-book.
"Agensi sedang mengerjakan terjemahan bahasa Inggris," kata Shen.
Buku pegangan ini sudah direncanakan sebelum invasi Rusia ke Ukraina. Invasi Rusia ini telah memicu perdebatan tentang implikasinya bagi Taiwan dan cara-cara untuk meningkatkan kesiapsiagaan, seperti reformasi pelatihan cadangan dan memperluas dinas militer.
Cina mengklaim Taiwan yang diperintah secara demokratis sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya. Namun Taiwan menepis klaim tersebut. Cina telah meningkatkan tekanan militer dan politik selama tiga tahun terakhir untuk mendorong klaim kedaulatan itu.