Rabu 14 Jun 2023 10:21 WIB

Dari Mohamed Hingga Ali, 98 Persen Nama dalam Daftar Pantauan FBI adalah Muslim

Daftar rahasia FBI membawa kesulitan dan ketakutan bagi komunitas Muslim Amerika.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi Muslim di Amerika Serikat (AS). Dari Mohamed Hingga Ali, 98 Persen Nama dalam Daftar Pantauan FBI adalah Muslim
Foto: Anadolu Agency
Ilustrasi Muslim di Amerika Serikat (AS). Dari Mohamed Hingga Ali, 98 Persen Nama dalam Daftar Pantauan FBI adalah Muslim

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kelompok Muslim di Amerika Serikat mengungkapkan sebuah laporan tentang daftar orang yang masuk dalam pantauan FBI sebagian besar adalah Muslim.

Disebutkan 98 persen yang masuk dalam daftar pantauan FBI adalah nama-nama Muslim. Laporan itu berjudul Twenty Years Too Many, A Call to Stop the FBI’s Secret Watchlist

Baca Juga

Laporan itu memerinci penggunaan database penyaringan terorisme oleh FBI yang disebut menargetkan Muslim. Laporan ini dirilis oleh Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) pada Senin (12/06/2023).

Temuan ini bermula usai daftar FBI versi 2019 yang disebar oleh seorang peretas Swiss secara daring. CAIR melakukan analisis komprehensif terhadap lebih dari 1,5 juta entri.

"Lebih dari 350 ribu entri saja termasuk beberapa transliterasi dari Mohamed atau Ali atau Mahmoud dan 50 nama yang paling sering muncul semuanya adalah nama Muslim," kata laporan itu, seperti dilansir TRT World, Rabu (14/6/2023).

Dari entri daftar pantauan yang telah kami ulas, kami memperkirakan lebih dari 1,47 juta entri tersebut dianggap Muslim, lebih dari 98 persen dari total. Laporan tersebut mencatat selama 20 tahun, daftar rahasia FBI telah membawa kesulitan dan ketakutan bagi komunitas Muslim.

“Tapi jutaan target FBI berikutnya bukanlah Muslim. Dengan terangkatnya kabut perang melawan teror, daftar rahasia FBI suatu hari akan menemukan target baru. Target selanjutnya adalah sesama warga Amerika, dan laporan ini dimaksudkan sebagai peringatan kepada mereka," kata laporan itu.

Kelompok Muslim tersebut juga meminta Presiden Joe Biden mengambil tindakan mengatasi daftar pantauan tersebut. Orang-orang dalam daftar pantauan itu menghadapi berbagai tantangan, termasuk pembatasan perjalanan, masalah imigrasi, pertemuan dengan FBI, contoh kekerasan polisi, kesulitan mendapatkan izin dan lisensi, konsekuensi profesional, dan akses terbatas ke gedung pemerintah.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement