Kamis 15 Jun 2023 06:40 WIB

Petani Jawa Barat Diimbau Percepat Waktu Tanam Antisipasi Fenomena El Nino

Petani juga diimbau menanam padi dengan varietas yang tahan kekeringan.

Petani memilah bulir padi yang masih bisa dipanen di area persawahan.
Foto: Antara/Arnas Padda
Petani memilah bulir padi yang masih bisa dipanen di area persawahan.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (DTPH) Provinsi Jawa Barat meminta kepada petani untuk mempercepat waktu tanam selama curah hujan masih turun, sebagai bentuk antisipasi dampak kekeringan menyusul datangnya fenomena El Nino.

"Pertama kita melakukan percepatan tanam. Jadi sebetulnya sekarang ini masih karena ada sisa-sisa hujan. Jadi dilakukan percepatan tanam," kata Kepala Bidang Tanaman Pangan DTPH Provinsi Jawa Barat Yanti Hidayatun Zakiyah, pada acara Jabar Punya Informasi (Japri) di Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (14/6/2023).

Baca Juga

Berdasarkan perkiraan Badan Meteorologi Geofisika dan Klimatologi (BMKG), fenomena El Nino diprediksi akan terjadi hingga Januari 2024. Selain mengimbau masyarakat untuk mempercepat waktu tanam selama curah hujan masih turun, kata Yanti, DTPH Jawa Barat juga meminta petani agar beralih tanam dengan varietas tanaman yang tahan kekeringan seperti kacang-kacangan dan umbi-umbian.

"Menggunakan varietas tahan kekeringan dan berumur pendek antara 85 hingga 95 hari. Seperti kacang tanah, kedelai, kacang hijau dan umbi-umbian," katanya.

Yanti mengatakan, dampak kekeringan akibat El Nino akan dirasakan di seluruh wilayah Jawa Barat, ada pun daerah paling rawan kekeringan berada di wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat seperti Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Karawang.

"(Fenomena) El Nino itu diperkirakan sampai Januari 2024. Daerah rawan kekeringan kebanyakan di Pantura, seperti Indramayu itu paling luas hampir 230.000 hektare dan itu mayoritas sawah. Lalu Karawang, jadi memang kita fokus di daerah Pantura yang merupakan daerah rawan kekeringan," kata Yanti.

Berdasarkan data 10 tahun terakhir, kata Yanti, jumlah lahan kekeringan di Jawa Barat rata-rata seluas 32.000 hektare yang disebabkan oleh El Nino. "Jika kita lihat di 10 tahun terakhir ada data lahan kekeringan di Jabar memang fluktuatif. Dan yang paling tinggi terjadi di 2015 dan 2019 sampai 95.000 hektare. Tetapi rata-rata selama 10 tahun terakhir di 32.000 hektare lahan kekeringan yang terjadi di Jabar yang diakibatkan El Nino," kata Yanti.

Menurut dia, kekeringan akan berdampak pada ketahanan pangan di Jawa Barat. Oleh karena itu, DPTH Jawa Barat telah menerjunkan tim untuk memantau dampak kekeringan di berbagai wilayah khususnya daerah lumbung pangan. 

Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Provinsi Jawa Barat, M Arifin Soendjayana memastikan stok kebutuhan pangan di 27 Kabupaten/Kota dalam kondisi aman untuk menghadapi dampak dari fenomena alam El Nino.

"Ada cadangan daerah, Provinsi Jawa Barat punya 1.400 ton beras, jadi bisa digelontorkan, kalau dari satu kabupaten/kota itu defisit, kita moving saja dari satu Kabupaten dan kota lain," ujar Arifin.

Untuk memantau kebutuhan pangan di 27 Kota/Kabupaten, lanjut Arifin, dapat dilihat melalui Sistem Informasi Pengawasan Pangan dan Gizi (Simawas Pagi). "Jadi nanti akan kelihatan daerah mana saja, misalnya dari sisi 11 komoditi itu, akan kelihatan kabupaten/kota mana saja yang hijau, kuning dan merah," kata dia.

Selain ketersediaan, pihaknya memastikan fluktuasi harga dari produsen ke konsumen tidak terlalu ekstrem. "Pemprov Jawa Barat sudah melakukan antisipasi keterjangkauan dari sisi harga bisa diantisipasi. Tak hanya DKPP, namun dari pusat kabupaten/kota," kata dia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement