REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam kunjungan CEO OpenAI Sam Altman di Jakarta Indonesia, kemarin, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek Dikti) Nadiem Makarim mengajukan sejumlah pertanyaan. Di antaranya adalah soal perubahan perusahaan OpenAI dari non-profit menjadi for profit (mencari keuntungan).
“Saya ingin tahu apa yang menjadi pertimbangan Anda untuk membawa OpenAI dari non-profit menjadi profit. Saya juga ingin tahu apakah ada kekhawatiran saat Anda membawanya menjadi profit?” tanya Nadiem dalam acara bertajuk Conversation with Sam Altman di Grand Ballroom Kempinski, Rabu (14/6/2023).
Sam mengatakan pada awalnya, OpenAI didirikan sebagai perusahan riset nirlaba untuk mewujudkan misinya yang hingga saat ini tidak berubah. “Misi kami adalah menciptakan kecerdasan umum buatan (AGI) yang aman dan bisa memberikan banyak manfaat,” kata Sam.
Namun, seiring berjalannya waktu, taktik perusahaan telah berubah. Mereka sadar untuk mengembangkan sistem AI ternyata membutuhkan biaya yang besar. Ini membuat mereka akhirnya mencari laba.
“Kami telah mengubah taktik saat kami menyadari betapa mahalnya sistem teknologi ini,” ujar dia.
Saat ini, mereka telah mengumpulkan 10 miliar dolar AS atau Rp 149,2 miliar dan ke depannya akan mengumpulkan dana lebih banyak lagi. Menurut dia, OpenAI tidak dapat mewujudkan misinya jika perusahaan masih menjadi non-profit.
“Kami datang dengan struktur yang baru. Ada subsidiary (anak perusahaan) dengan capped profit (laba yang dibatasi). Jadi, kami menggunakan unsur kapitalisme dan memberikan investor dan karyawan fixed return (imbal hasil tetap),” ucap dia.
Dengan struktur baru ini, Sam percaya akan membuat teknologi yang paling berdampak pada manusia dan masih menjadi milik semua orang.
“Kami masih bisa memberikan yang terbaik untuk dunia dan mampu memanfaatkan kapitalisme untuk mendapatkan sumber yang kami butuhkan. Jadi, itulah struktur baru,” kata dia.