REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Majalah Le Point melaporkan, Paris dan tikusnya memiliki sejarah yang panjang. Selama berabad-abad, tikus telah hadir dalam kehidupan sehari-hari. Pada abad ke-19, hewan pengerat berkerumun di selokan, tiang penyangga, bahkan di sarung tangan atau di panci masak. Le Point melaporkan, meski tikus dibasmi dengan racun arsenik tetapi di sisi lain tikus juga diburu untuk mendapatkan uang.
“Kota ini menggunakan 'ratter', profesional pembasmi sejati yang akan membawa tikus-tikus mati ke Balai Kota untuk mendapatkan uang," ujar laporan Le Point.
Lebih dari 2.500 tikus dapat dibunuh dalam satu malam. Kulitnya dikumpulkan untuk dijual kepada penyamak kulit dengan harga masing-masing 10 sen. Kulit itu diolah menjadi sarung tangan yang dicari oleh para dandies dan wanita London.
Paris adalah kota keempat dengan populasi tikus terbanyak di dunia, setelah Deshnoke di India, London di Inggris dan New York di Amerika Serikat. Populasi tikus di Paris mencapai enam juta, lebih banyak daripada jumlah populasi manusia yang mencapai 2,1 juta.
Kini, Wali Kota Paris, Anne Hidalgo membentuk sebuah komite untuk mempelajari apakah tikus dan manusia dapat hidup berdampingan. Wakil Wali Kota Paris, Anne Souyris, yang bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat, mengumumkan langkah tersebut sebagai tanggapan atas pertanyaan dari Kepala Arondisemen ke-17 Paris dan anggota partai Republik kanan-tengah, Geoffroy Boulard. Boulard telah meminta Pemerintah Kota Paris untuk menyusun rencana yang lebih ambisius melawan perkembangbiakan tikus di ruang publik.
Boulard sebelumnya mengkritik Hidalgo, karena tidak berupaya keras untuk menghilangkan tikus dari Paris. Termasuk selama aksi protes pada awal tahun ini yang menyebabkan penumpukan sampah di seluruh kota.
Boulard mengatakan, dia mengajukan pertanyaannya setelah menemukan studi yang sedang berlangsung, yang diberi nama Project Armageddon. Misi proyek ini adalah membantu kota dalam mengelola populasi tikus. Salah satu tujuan proyek ini adalah memerangi prasangka terhadap tikus untuk membantu warga Paris hidup lebih baik bersama mereka. Studi ini dibiayai oleh Pemerintah Prancis.
Souyris menjelaskan, yang sedang dipelajari adalah sejauh mana manusia dan tikus dapat hidup bersama dengan cara yang paling efisien, dan pada saat yang sama memastikan hal itu tidak tertahankan bagi warga Paris. Souyris mengatakan, studi tentang tikus yang dibahas bukanlah tikus hitam yang membawa wabah. Melainkan jenis tikus lain yang membawa penyakit seperti leptospirosis, penyakit bakteri.
Souyris juga menyoroti beberapa tindakan yang diambil oleh Pemerintah Kota Paris sebagai bagian dari rencana anti tikus pada 2017. Termasuk berinvestasi dalam menyediakan ribuan tong sampah baru agar membuat tikus kembali ke habitat mereka di bawah tanah.
Souyris mengatakan, tikus Paris tidak menimbulkan risiko kesehatan masyarakat yang signifikan. Dia meminta Dewan Tinggi Prancis untuk Kesehatan Masyarakat mempertimbangkan perdebatan tersebut.
“Kami membutuhkan saran ilmiah, bukan siaran pers politik,” kata Souyris.
Kelompok hak binatang Paris Animaux Zoopolis (PAZ) menyambut baik langkah Pemerintah Kota Paris itu. "Ketika kita berbicara tentang kohabitasi damai dengan tikus, kami tidak bermaksud tinggal bersama mereka di rumah dan apartemen kami, tetapi memastikan bahwa hewan-hewan ini tidak menderita dan kami tidak diganggu. Sekali lagi, tujuan ini sangat masuk akal," ujar pernyataan kelompok tersebut.