Kamis 15 Jun 2023 16:04 WIB

Orang Tua Protes Wisuda TK-SMA, Pengamat: Bukan Prioritas

Upacara kelulusan dinilai semakin menjadi objek komersialisasi.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Fernan Rahadi
Wisuda anak (ilustrasi)
Wisuda anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Wisuda yang biasanya menjadi selebrasi kelulusan dari universitas kini juga menjadi tradisi dari jenjang TK hingga SMA. Rupanya hal ini dianggap banyak orang tua murid memberatkan, sehingga memprotes hal ini ke Mendikbud RI Nadiem Makarim.

Menanggapi hal ini, Kepala Lembaga Pengembangan Pendidikan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (LPP UMY) Endro Dwi Hatmanto menilai, meskipun upacara kelulusan memiliki manfaatnya dalam merayakan pencapaian siswa dan memupuk rasa pencapaian, sangat penting untuk menanggapi kekhawatiran yang muncul dari protes terhadap biaya tinggi yang terkait dengan acara tersebut.

Baca Juga

"Penting untuk memberikan prioritas pada pendidikan itu sendiri dan memastikan bahwa upacara kelulusan tidak menjadi beban atau mengalihkan perhatian dari tujuan inti pendidikan," ujar Endro kepada Republika, Kamis (15/6/2023).

Ia menjelaskan, memang cukup banyak yang memandang kontra pada perayaan wisuda karena beberapa hal. Pertama, biaya tinggi yang terkait dengan upacara kelulusan, termasuk pembelian pakaian kelulusan, penyewaan tempat, dan penyelenggaraan acara, dapat menjadi beban keuangan yang signifikan bagi orang tua. Hal ini memberikan tekanan yang tidak perlu pada keluarga, terutama bagi mereka yang berasal dari latar belakang ekonomi yang kurang.

Kedua, komersialisasi yang berlebihan. Upacara kelulusan semakin menjadi objek komersialisasi, dengan sekolah dan penjual memanfaatkan kesempatan ini untuk menjual barang dan layanan mahal. Hal ini mengalihkan fokus dari tujuan sebenarnya dalam merayakan prestasi akademik dan dapat mendorong budaya materialis-konsumeris.

Ketiga, ketimpangan dan eksklusifitas. Biaya tinggi upacara kelulusan berpotensi menciptakan atmosfer ketimpangan, karena tidak semua keluarga mampu untuk berpartisipasi sepenuhnya. Hal ini dapat menyebabkan perasaan ekseklusif kelompok dengan ekonomi kuat dan perasaan terpinggirkan kelompok dengan ekonomi kurang, sehingga dapat menampakkan kesenjangan sosial-ekonomi di antara siswa.

Keempat, deviasi dari fokus pendidikan. Fokus berlebihan pada upacara kelulusan kadang-kadang dapat mengesampingkan pentingnya pendidikan berkualitas.

Sumber daya finansial yang dapat diinvestasikan untuk meningkatkan fasilitas pendidikan, kurikulum, atau pelatihan guru hanya sekedar dialokasikan untuk mengorganisir acara yang mahal.

"Sekolah dan lembaga pendidikan harus berusaha mencapai keseimbangan antara perayaan yang bermakna dan aksesibilitas keuangan," kata Endro.

Menurutnya, tindakan dapat diambil untuk mengurangi biaya, seperti menawarkan alternatif terjangkau untuk pakaian kelulusan, mengorganisir upacara sederhana, atau melibatkan masyarakat ataupun perusahaan dalam memberikan dukungan finansial. Dengan demikian, pendidikan menjadi prioritas dan orangtua murid tidak terbebani biaya tidak perlu

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement