Kamis 15 Jun 2023 16:20 WIB

Hakim Konstitusi Saldi Isra Sebut 'Bocoran Putusan' Denny Indrayana Rugikan MK

MK memilih melaporkan Denny secara etik ke organisasi advokat.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi terpilih periode 2023-2028 Anwar Usman (kiri) dan Saldi Isra (kanan) saling berjabat tangan usai pemilihan di gedung MK, Jakarta, Rabu (15/3/2023). Anwar Usman dan Saldi Isra resmi terpilih sebagai Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2023-2028 melalui mekanisme voting yang diikuti sembilan hakim konstitusi.
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi terpilih periode 2023-2028 Anwar Usman (kiri) dan Saldi Isra (kanan) saling berjabat tangan usai pemilihan di gedung MK, Jakarta, Rabu (15/3/2023). Anwar Usman dan Saldi Isra resmi terpilih sebagai Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2023-2028 melalui mekanisme voting yang diikuti sembilan hakim konstitusi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menegaskan dampak negatif yang ditimbulkan dari 'info bocoran putusan' oleh eks wamenkumham Denny Indrayana. Saldi menyatakan tindakan Denny telah merugikan MK secara institusi.

Hal tersebut disampaikan Saldi dalam konferensi pers di Gedung MK pada Kamis (15/6/2023) setelah pengucapan putusan perkara soal sistem pemilu. Dalam perkara itu, MK menolak gugatan pemohon yang dengan kata lain mematahkan informasi Denny.

Baca Juga

"Nah, karena fakta sidang hari ini, kami perlu menjelaskan ini, bahwa pendapat itu merugikan kami secara institusi seolah-olah kami membahas itu dan itu bocor ke luar, diketahui oleh pihak luar," kata Saldi kepada wartawan, Kamis (15/6/2023).

Saldi meralat informasi Denny yang menyatakan putusan sistem pemilu sudah ditetapkan sejak akhir Mei lalu. Padahal MK bahkan belum membahas putusan atas perkara tersebut saat itu.

"Nah, fakta hari ini, putusan itu baru terjadi tanggal 7. Sebelum tanggal 7 itu belum ada posisi hakim, belum ada putusan. Ini sekaligus mengoreksi," ujar Saldi.

Perkara sistem Pemilu di MK mencapai tahap kesimpulan pada 31 Mei 2023. Lalu Saldi menjelaskan baru memulai membahas intensif perkara ini pada 7 Juni dalam rapat hakim MK atau RPH. Adapun putusannya baru diucapkan pada 15 Juni.

"Pembahasan yang intensif itu kami lakukan tanggal 7 dan pada hari itu, tanggal 7 Juni yang itu bisa dilihat di putusan, hari itu baru diputuskan posisi masing-masing hakim dan ketika dilakukan RPH pada tanggal 7 Juni itu, sidang RPH hanya dihadiri oleh delapan hakim konstitusi," tegas Saldi.

Saldi membantah informasi bocoran putusan Denny Indrayana. Apalagi informasi itu mencakup komposisi hakim yang mendukung (6 orang) dan tidak mendukung (3 orang) sistem proporsional tertutup.

"Mengapa ini menjadi poin yang kami bikin stressing? Karena ada yang berpendapat sejak tanggal 28 Mei sudah ada putusan dan posisi hakimnya 6-3, 6 mengabulkan, 3 dissenting," ujar Saldi.

Walau demikian, MK tak melaporkan Denny ke polisi atas tindakannya. MK memilih melaporkan Denny secara etik ke organisasi advokat.

Diketahui, sidang perdana perkara sistem pemilu dengan nomor 114/PUU-XX/2022 itu digelar pada Rabu (23/11/2022) dan sidang terakhir pada Selasa (23/5/2023). Tercatat, MK menggelar 16 kali sidang sejak pemeriksaan pendahuluan sampai ke tahap akhir. Adapun MK memutuskan menolak gugatan tersebut pada hari ini.

Sepanjang sidang itu, MK menghadirkan berbagai pihak guna memberi keterangan yaitu DPR, Presiden, Pihak Terkait yang terdiri dari KPU, Fatturrahman dkk, Sarlotha Febiola dkk, Asnawi dkk, DPP Partai Garuda, Hermawi Taslim, Wibi Andrino, DPP PKS, DPP PSI, Anthony Winza Prabowo, August Hamonangan, Wiliam Aditya Sarana, Muhammad Sholeh, DPP PBB, Derek Loupatty, Perludem, Jansen Sitindaon. MK tak lupa menyimak keterangan para ahli yang diajukan Pemohon, Perludem, Derek Loupatty, Partai Garuda, dan Partai Nasdem.

Gugatan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan oleh pengurus PDIP Demas Brian Wicaksono beserta lima koleganya. Mereka keberatan dengan pemilihan anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka pada pasal 168 ayat 2 UU Pemilu.

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan eks wamenkumham Denny Indrayana sempat menyatakan ada kemungkinan pelaksanaan Pemilu 2024 tertunda apabila MK memutuskan penggunaan sistem proporsional tertutup alias sistem coblos partai.

Gugatan ini mendapat sorotan publik karena Denny membocorkan putusannya akan berupa proporsional tertutup. Padahal tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan dengan menggunakan sistem proporsional terbuka. Lewat putusan ini, MK sekaligus membantah bocoran putusan yang pernah dilontarkan Denny Indrayana tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement