REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan akan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan sistem pemilihan legislatif tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka. KPU memastikan akan membuat regulasi teknis pemilihan legislatif sesuai sistem tersebut untuk digunakan dalam gelaran Pemilu 2024.
"Ke depan kami akan mendesain regulasi teknis penyelenggaraan pemilu sesuai dengan sistem proporsional daftar terbuka," kata Komisioner KPU RI Idham Holik saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (15/6/2023).
Idham mengatakan, regulasi teknis itu mengacu pada UU Pemilu, yang sedari awal memang mengamanatkan pemilu menggunakan sistem proporsional terbuka. Regulasi teknis yang akan diatur di antaranya terkait pemungutan dan penghitungan suara, metode konversi suara menjadi kursi, serta penentuan calon anggota legislatif (caleg) terpilih.
MK membacakan putusan atas perkara 114/PUU-XX/2022 itu pada Kamis siang. MK menyatakan menolak permohonan pemohon yang ingin sistem pemilu proporsional terbuka diganti menjadi proporsional tertutup. "Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di gedung MK pada Kamis (14/6/2023).
Permohonan uji materi ini diajukan kader PDIP, Demas Brian Wicaksono, beserta lima koleganya. Mereka meminta MK menyatakan sistem proporsional terbuka sebagaimana termaktub dalam UU Pemilu, bertentangan dengan konstitusi. Mereka meminta hakim konstitusi menyatakan sistem proporsional tertutup alias sistem coblos partai yang konstitusional sehingga bisa diterapkan dalam gelaran Pemilu 2024.
Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai. Pemenang kursi anggota dewan adalah calon anggota legislatif (caleg) dengan nomor urut teratas. Sistem yang bertumpu kepada partai ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999.
Adapun dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg maupun partai yang diinginkan. Caleg dengan suara terbanyak berhak duduk di parlemen. Sistem yang menitikberatkan personal caleg ini dipakai sejak Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019.