REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebut dividen yang berpotensi untuk diberikan pada 2024 senilai Rp 80,2 triliun. Jumlah tersebut terdiri atas Rp 53,7 triliun berasal dari BUMN Tbk dan Rp 26,5 triliun dari BUMN non-Tbk.
"Dari Rp 80,2 triliun, dari yang BUMN Tbk kurang lebih kami prediksi di Rp 53,7 triliun lalu kalau yang non-Tbk ini Rp 26,5 triliun. Ini lah kenapa nanti kami dorong juga tidak bisa yang namanya dividen ini bergantung hanya Himbara tetapi kami mendorong kelompok-kelompok usaha lain untuk bisa melakukan dividen yang baik sehingga angka-angka ini bisa terjaga," ucap Menteri BUMN Erick Thohir saat rapat kerja bersama Komisi VI DPR dipantau secara daring pada Kamis (15/6/2023).
Angka tersebut tidak berubah dengan target dividen pada 2023 ini, yang juga Rp 80,2 triliun.
"Tentu dengan kondisi 2023 ini kalau kita lihat data-data komoditas sudah mulai menurun dan juga situasi tekanan global kalau kita lihat beberapa negara sendiri masih mengalami tentu inflasi tinggi dan supply chain yang terganggu tetapi kami tetap di Kementerian BUMN paling tidak berusaha menyamakan dividen yang kami berikan seperti tahun ini, sebenarnya walaupun cukup berat," kata Erick.
Alasannya, kata dia, Kementerian BUMN pada 2023 menargetkan revenue atau pendapatan BUMN sebesar Rp 3.000 triliun. Dengan bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) sebesar Rp 600 triliun, dan net income Rp 250 triliun.
"Karena gini beratnya kenapa? berarti di sini ada target revenue, EBITDA, dan net income yang harus kami jaga, yaitu revenue sebesar Rp 3.000 triliun dan EBITDA Rp 600 triliun, dan net income-nya itu harus Rp 250 triliun," kata Erick.
Ia menegaskan bahwa angka yang disampaikan tersebut saat ini baru target, bukan angka yang pasti didapat lantaran saat ini masih pertengahan tahun.
"Ini kan sebenarnya masih bulan Juni, jadi kami juga belum bisa menyampaikan bahwa ini angka yang pasti didapat tetapi ini target yang kementerian lakukan dan kami juga mendorong seluruh BUMN untuk sampai ke angka-angka yang sudah kami terapkan sebagai KPI (key performance indicator) masing-masing direksi waktu itu," ujarnya.
"Insya Allah kami sudah review dua pekan ini, kami masih confidence angka ini walaupun tentu kita bisa lihat perjalanan enam bulan kalau situasi ekonomi global tentu makin menyulitkan tetapi hari ini kami masih lihat angka ini masih bisa," lanjutnya.