REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Maqam Ibrahim adalah batu yang menjadi pijakan Ibrahim alaihissalam pada saat ia meninggikan bangunan Baitullah dan mulai kesulitan untuk memasang batu sehingga ia pun berdiri di atas maqam ini untuk membangun, sementara Ismail alaihissalam memberikan batu-batu kepadanya.
Allah ﷻ menjadikan Negeri al-Haram, Makkah, sebagai sebuah jejak peninggalan yang masih ada hingga sekarang. Tidak lekang oleh zaman dan tidak berubah di sepanjang perjalanan siang-malam dan masa yang terus berganti.
Dikutip dari buku Keutamaan Negeri Al-Haram oleh Prof Mahmud Al-Dausary,bukti nyata ini tidak tertuang di dalam penjelasan ayat-ayat Alquran, tapi ia tampak dengan jelas dan menjadi sebuah bukti materil atas keagungan Negeri dan kota di mana seluruh situs dan ritus ibadah agung tersebut terdapat. Salah satu di antaranya yakni Maqam Ibrahim.
Di antara keutamaannya adalah bahwasanya Allah SWT mengabadikan penyebutannya dan menjadikannya sebagai bagian ayat Alquran yang selalu dibaca hingga Hari Kiamat.
Dia juga memerintahkan agar tempat ini dijadikan sebagai tempat sholat, dan Dia menjadikannya sebagai salah satu tanda bukti kemahaesaan dan kemahaagunganNya. Allah Ta’ala berfirman:
وَاتَّخِذُوۡا مِنۡ مَّقَامِ اِبۡرٰهٖمَ مُصَلًّ “Dan jadikanlah Maqam Ibrahim itu sebagai tempat shalat.” (alBaqarah ayat 125)
فِيهِ ءَايَٰتٌۢ بَيِّنَٰتٌ مَّقَامُ إِبْرَٰهِيمَ “Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang jelas (salah satunya adalah) Maqam Ibrahim.” (Ali Imran ayat 97). Lalu tentangnya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إن الركن والمقام ياقوتتان من ياقوت الجنة “Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim adalah dua permata yaqut dari yaqut-yaqut Surga.” (HR Ibnu Hibban dalam Shahihnya (9/24), no 3710).
Baca juga: Masuk Islam, Zilla Fatu Putra Umaga Pegulat WWE Ini Beberkan Alasannya yang Mengejutkan
Seperti apa bentuknya? Dikutip di Arab News, Senin (11/7/2022), seorang sejarawan, Mohammed Tahir Al-Kurdi, pada 1367 disebut sempat menyatakan panjang tapak kaki Nabi adalah 22 sentimeter dan lebar 14 sentimeter.
Batu itu lantas disimpan dalam bingkai emas dan perak dan diletakkan dalam kotak kaca. Selama kekhalifahan Umar bin Khattab, banjir Nahshal melanda kota dan merobohkan batu dari tempatnya. Ketika khalifah datang ke Makkah, dia memperbaiki batu itu pada posisinya saat ini.
Sebelumnya, batu itu diletakkan dalam kompartemen, untuk melindunginya dari kerusakan dan pencurian, tapi kompartemen itu kemudian dipindahkan, dengan batu diletakkan di dalam tempat kaca, sehingga setiap jamaah bisa melihatnya.
Peneliti sejarah Saad al-Sharif mengatakan sepanjang waktu, batu itu selalu berada di dekat Ka'bah. Ketika Nabi Muhammad menaklukkan Makkah, ia dan para sahabatnya memutuskan untuk memindahkan batu dari lokasi aslinya di dekat Kabah ke lokasi saat ini pada jarak lebih dari 10 meter untuk memudahkan tawaf.