REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hidup di kota-kota besar dengan segala gemerlap dunia malamnya baik yang tersembunyi maupun terang-terangan, ternyata tidak mudah menjalaninya. Apalagi dengan memiliki teman yang suka mendatangi tempat maksiat itu, beberapa orang kerap "terpaksa" ikut.
Pertanyaannya, apa hukumnya jika Muslim datang ke tempat maksiat seperti klub malam, meski karena terpaksa, sekadar menemani teman, atau merasa tak enak hati jika menolak ajakan teman?
Sesuatu yang sifatnya pilihan, seperti mau ikut atau tidak ikut, maka konsekuensi dosa maupun pahala ditanggung oleh individu masing-masing. Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, mengatakan ajakan teman bukanlah sebuah paksaan. Apalagi ada anjuran dari agama Islam agar berhati-hati dalam memilih teman, sebab teman akan mempengaruhi perilaku dan kebiasaan sehari-hari seseorang.
“Kecuali temannya menjadi musuh bagi kita, dan kita tidak mampu melawan, maka termasuk paksaan. Tapi kalau ajakan, itu tidak termasuk kategori paksaan,” ujar Miftahul saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (14/6/2023).
Dia mengatakan, Allah SWT mengampuni dosa hambanya karena tiga hal. Pertama, karena kekeliruan, misalnya makan di restoran niatnya mau makan daging yang halal, tapi yang dihidangkan justru daging haram dan orang itu tidak tahu. Kedua, karena kelupaan, misalnya sedang berpuasa tapi tidak sengaja minum dan makan, maka puasanya tetap sah. Ketiga, karena paksaan, misalnya orang dipaksa untuk minum khamr atau berzinah, maka dia tidak berdosa.
“Apa ajakan teman termasuk paksaan? Tentu tidak,” kata Miftahul.
Tapi jika terlanjur memiliki teman yang punya kebiasaan pergi ke tempat-tempat maksiat, harus jujur baik pada diri sendiri dan pada teman. Karena jika seseorang tahu bahwa hal buruk itu adalah sebuah kesalahan dan kemaksiatan namun tidak jujur pada dirinya sendiri, itu akan berbahaya. “Dan buat pertemanan itu tidak bagus. Jadi usahakan tetap jujur meski ada efeknya,” kata Miftahul.