REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para praktisi mengingatkan pentingnya etika digital saat beraktivitas di jagat maya. Hal tersebut guna menghindari timbulnya konflik atau permasalahan.
"Contoh etika dalam media sosial adalah bersikap kritis dan berpikir sebelum bertindak (mengunggah), tidak menyebarkan data pribadi, menyebutkan sumber, tidak menggunakan huruf kapital secara keseluruhan, dan berhati-hati dalam meneruskan pesan," kata Koordinator Bidang Penelitian dan Pengembangan SDM Relawan TIK Provinsi Bali Ni Kadek Dwi Febriani dalam rilis pers yang disiarkan Antara.
Ni Kadek menjelaskan, dalam ruang digital, interaksi dan komunikasi yang dilakukan dilatarbelakangi oleh perbedaan budaya atau kultur. Dari ragam perbedaan budaya tersebut kemudian menciptakan standar baru tentang etika. Oleh karena itu, segala aktivitas di ruang digital memerlukan etika digital.
"Pengguna ruang digital harus sadar bahwa interaksi di dunia maya bukan sekadar berurusan dengan deretan huruf dan layar monitor, tetapi juga dengan manusia sesungguhnya yang ada di jaringan yang lain," kata Ni Kadek.
Pendiri Sobat Cyber Indonesia Al Akbar Rahmadillah menilai tanpa etika dalam bermedia sosial, potensi terjadinya konflik amat besar. Di mencontohkan peristiwa viral di mana ibu-ibu berkelahi di tengah jalan gara-gara bermula dari saling ejek di media sosial. Selain itu, ada pula remaja yang berkelahi hingga tewas yang semua bermula dari media sosial.
Sebaliknya, dengan etika yang tepat, media sosial juga dapat memberi manfaat besar. "Amat diperlukan literasi digital dalam bermedia sosial," kata dia.
Ia menambahkan, ada lima panduan dasar menggunakan media sosial. Yaitu menjaga privasi, menjaga keamanan perangkat dan akun, menghindari hoaks, menyebarkan hal atau konten yang positif, serta menggunakan media sosial tidak berlebihan atau seperlunya saja.
Menurutnya, penting memiliki literasi digital dalam beraktivitas di media sosial. Masyarakat harus mengerti arti pentingnya literasi digital, seperti harus mempunyai pemikiran yang kritis.
"Kita perlu mengerti bahwa semua yang berada di media sosial belum tentu benar. Oleh karena itu, menyebar konten yang positif dan akurat amat dibutuhkan," kata Al Akbar.
Peneliti Komunitas Digital Kaliopak Luqman Hakim Bruno menyinggung tentang ancaman pidana penjara dan denda apabila tidak menggunakan etika dalam bermedia sosial. Ancaman tersebut diatur dalam Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-undang inilah yang mengatur segala aktivitas warganet di ruang digital.
Apa saja yang tidak etis dalam bermedia sosial? Contohnya adalah pornografi, perjudian online, kabar bohong, ujaran kebencian, pencemaran nama baik, peretasan atau penyadapan, pengancaman dan pemerasan, serta pelanggaran hak cipta. "Semua itu ada ancaman hukumannya, baik berupa pidana penjara atau denda," ucap dia.