REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Dinas Kesehatan DKI Jakarta mewaspadai adanya penurunan kualitas udara akibat musim kemarau. Dalam hal ini, Pemprov DKI Jakarta memperketat penerapan kebijakan uji emisi dan ganjil genap untuk mengurangi sumber polusi dari sektor transportasi.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, dengan adanya tren memburuknya kualitas udara pada saat musim kemarau ini, Pemprov Jakarta semakin memperketat upaya-upayanya untuk mengurangi sumber polusi di Jakarta.
“Polusi udara di Jakarta dipengaruhi oleh berbagai sumber emisi yang menyebabkan polusi baik yang berasal dari sumber lokal, seperti transportasi dan residensial maupun dari sumber regional dari kawasan industri dekat dengan Jakarta,” kata Asep dalam keterangan tertulis pada Jumat (16/6/2023).
Saat ini, Pemprov Jakarta mempunyai Pergub No. 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor, Pergub No. 76 Tahun 2020 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil Genap, dan Instruksi Gubernur No. 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara sebagai upaya pengurangan sumber emisi polusi udara.
"Beberapa kebijakan yang diperketat untuk menghadapi menurunnya kualitas udara antara lain adalah meningkatkan kegiatan uji emisi, pengawasan emisi dari sektor industri dan juga berkoordinasi untuk pengetatan kebijakan ganjil-genap di Jakarta," kata Asep.
Selain itu, dia menjelaskan, hasil pantauan konsentrasi PM2.5 di Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) DLH DKI Jakarta menunjukkan pola diurnal yang mengindikasikan perbedaan pola antara siang dan malam hari. Konsentrasi PM2.5 cenderung mengalami peningkatan pada waktu dini hari hingga pagi dan menurun pada siang hingga sore hari.
"Pada periode akhir Mei-awal Juni konsentrasi rata-rata harian PM2.5 berada pada level 47,33- 49,34 µg/m3. Selama periode tanggal 21 Mei hingga 7 Juni 2023, konsentrasi PM2.5 di wilayah DKI Jakarta mengalami penurunan kualitas udara dan berada dalam kategori sedang hingga kategori tidak sehat," kata dia.
Sementara itu, Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG Dr. Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan, proses pergerakan polutan udara seperti PM2.5 dipengaruhi oleh transport angin yang bergerak dari satu lokasi ke lokasi yang lain.
“Angin yang membawa PM2.5 dari sumber emisi dapat bergerak menuju lokasi lain sehingga menyebabkan terjadinya potensi peningkatan konsentrasi PM2.5,” ujar Ardhasena.
Selain itu, Ardhasena melanjutkan, kelembapan udara relatif yang tinggi dapat menyebabkan munculnya lapisan inversi yang dekat dengan permukaan. Lapisan inversi merupakan lapisan di udara yang ditandai dengan peningkatan suhu udara yang seiring dengan peningkatan ketinggian lapisan.
“Dampak dari keberadaan lapisan inversi menyebabkan PM2.5 yang ada di permukaan menjadi tertahan, tidak dapat bergerak ke lapisan udara lain dan mengakibatkan akumulasi konsentrasinya yang terukur di alat monitoring,” kata Ardhasena.
Sebelumnya diketahui, kualitas udara yang buruk itu direspons dengan candaan oleh Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Heru terkesan tidak serius merespons pertanyaan wartawan dengan jawaban sekadarnya.
"Ya saya tiup saja," katanya sambil memeragakan mulutnya yang sedang meniup kepada wartawan di kawasan Jakarta Selatan pada Senin (12/6/2023).