REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Dua orang tersangka tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berhasil ditangkap jajaran Polres Indramayu. Mereka menipu calon pekerja migran Indonesia (PMI) yang hendak bekerja ke Jepang.
Kedua tersangka terdiri dari seorang perempuan berinisial K (40 tahun), warga Kecamatan Arahan, Kabupaten Indramayu, yang merupakan Kepala Cabang PT APJ. Selain itu, MY (46), pekerja lapangan PT APJ, warga Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu. PT APJ berlokasi di Desa Pekandangan Jaya, Kecamatan/Kabupaten Indramayu.
Dalam kasus tersebut, tersangka K sebagai kepala cabang dari PT APJ bekerja sama dengan MY, dimana MY bertugas sebagai petugas lapangan yang mencari para korban. Selain kedua tersangka yang sudah berhasil ditangkap, polisi juga masih memburu DE, yang juga terlibat dalam kasus TPPO tersebut.
Kapolres Indramayu, AKBP M Fahri Siregar, menjelaskan, kasus itu bermula saat korban berinisial A, ditawarkan untuk bekerja di Jepang. Korban ditawari pekerjaan sebagai pekerja di perkebunan di Jepang.
‘’Korban dijanjikan mendapat gaji Rp 25 juta per bulan dan jika lembur dapat tambahan, sehingga totalnya Rp 30 juta per bulan,'’ kata Fahri, saat menggelar Press Release di Mapolres Indramayu, Jumat (16/6/2023).
Fahri menjelaskan, dalam kasus tersebut, korban membayar Rp 60 juta kepada tersangka. Selain itu, korban juga merogoh kocek Rp 5 juta untuk pengurusan paspor.
Setelah itu, korban diberangkatkan ke Jepang pada Januari 2023. Korban diberangkatkan tanpa melalui proses pembelajaran bahasa Jepang ataupun keterampilan kerja lainnya.
‘’Korban diberangkatkan dengan menggunakan visa turis,'’ ujar Fahri.
Sesampainya di Bandara Osaka-Jepang, korban diperiksa oleh pihak Imigrasi. Korban kemudian ditolak oleh pihak Imigrasi Jepang dengan alasan korban datang ke Jepang tidak sesuai prosedur yang sebenarnya.
‘’Korban kemudian diberikan Surat Perintah Keluar dari Jepang dan kembali ke Indonesia,'’ ujar Fahri. Korban kemudian melaporkan kasus tersebut ke Polres Indramayu dan dua orang tersangka kini sudah berhasil ditangkap.
Fahri mengungkapkan, dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa tersangka sebelumnya juga sudah memberangkatkan sembilan orang. Namun, seluruhnya bernasib sama dengan korban A, yaitu ditolak di negara Jepang dan dikembalikan ke Indonesia karena pemberangkatannya tidak sesuai prosedur.
Polisi pun masih mendalami apakah ada korban-korban lain dalam kasus yang dilakukan oleh para tersangka tersebut. ‘’Kami minta ke korban lainnya untuk segera melapor kepada kami,'’ tutur Fahri.
Menurut Fahri, dari hasil pemeriksaan, uang sebesar Rp 60 juta yang disetorkan oleh korban itu dibagi-bagi untuk tersangka K Rp 20 juta, tersangka MY Rp 10 juta dan DE Rp 30 juta.
Fahri mengatakan, dari hasil penggeledahan di tempat tersangka, ditemukan sejumlah barang bukti. Di antaranya, kuitansi, hasil medical check up dari para korban dan surat perintah pengusiran dari negara Jepang.
Fahri menambahkan, dari hasil pengecekan ke Disnaker, PT APJ memang merupakan perusahaan perekrutan PMI. Namun, PMI yang direkrut sebenarnya untuk pemberangkatan ke Taiwan, bukan ke Jepang.
Para tersangka dijerat Pasal 4 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana perdagangan Orang (PTPPO) dan atau pasal 81 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI). Adapun ancaman hukumannya pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun, dan denda paling sedikit Rp 120 juta dan paling banyak Rp 600 juta.