REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Khusus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Dewan Perwakilan Daerah (Pansus BLBI DPD) Jilid 2 menargetkan dapat membawa obligor BLBI sampai ke ranah pidana. DPD telah membentuk Pansus BLBI Jilid 2, yang bertugas sejak Mei 2023, untuk menuntaskan berbagai rekomendasi dari pansus sebelumnya.
Ketua Pansus BLBI DPD Bustami Zainudin mengatakan Pansus BLBI Jilid 1 telah menemukan sejumlah kerugian negara terkait pengucuran dana talangan BLBI periode 1997-1998 dan pemberian obligasi rekap.
"Target kami mempidanakan para obligor ini. Uang pajak rakyat harus diselamatkan, apalagi obligor sudah 25 tahun mendapat kemurahan dari negara," ujarnya saat rapat kerja, Kamis (15/6/2023).
Pansus BLBI DPD Jilid 2 dipimpin Bustami Zainudin dengan dua wakil ketua yakni Tamsil Linrung dan Habib Basyamim, dengan anggota di antaranya, Fahira Idris, Amaliah, Evi Evitamaya, dan Evi Zainal. Selain itu, Hardjuno Wiwoho bertindak sebagai Staf Ahli Utama Pansus BLBI DPD Jilid 2.
Bustami mengungkapkan dana talangan BLBI untuk membantu bank-bank memenuhi penarikan dana masyarakat diakui Satgas BLBI telah merugikan negara sebesar Rp 110 triliun.
Selain itu, terdapat kewajiban negara untuk membayar bunga obligasi rekap BLBI setiap tahun sebesar Rp 60 triliun yang pada tahun lalu, APBN, menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), masih mengeluarkan pembayaran bunga obligasi rekap BLBI senilai Rp 47,78 triliun per September 2022.
Dalam rekomendasi Nomor Tujuh Pansus BLBI Jilid 1, tertulis bahwa Pansus BLBI Jilid 2 harus berkoordinasi dengan peran aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, kepolisian, dan lain-lain untuk menindaklanjuti penuntasan kasus BLBI.
Menurut dia, BPK telah meneliti dan mengeluarkan hasil temuan terkait BLBI dan obligasi rekap BLBI. Namun, sampai saat ini belum ada tindak lanjut pemerintah terkait indikasi tindak pidana korupsinya.
"Target kami Pansus BLBI Jilid 2, dugaan tindak pidana korupsinya diurus sampai pengadilan pidana supaya terang benderang di depan rakyat semua. Semua bisa menyaksikan pengadilan, jadi bisa adil," ucapnya.