Sabtu 17 Jun 2023 13:09 WIB

Sosiolog Jelaskan Penyebab Munculnya Fenomena Wisuda Sekolah

Cara ini menunjukkan bahwa statusnya sudah naik menjadi high educated.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Fernan Rahadi
Topi toga yang biasa dipakai untuk wisuda (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Topi toga yang biasa dipakai untuk wisuda (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pelaksanaan wisuda di tingkat SMA hingga TK menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Situasi ini juga turut memunculkan pandangan tersendiri bagi sosiolog dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Vina Salviana Darvina Soedarwo.

Menurut Vina, kondisi tersebut jika dikaitkan dengan sosiologi ada yang disebut sebuah interaksi simbolik. Interaksi ini terjadi karena terdapat interpretasi atas simbol-simbol. 

Baca Juga

"Nah, simbol-simbol itu biasanya bentuk bahasa tetapi simbol itu juga bisa seperti kita melihat atribut gitu," kata Vina saat dihubungi Republika, Jumat (16/6/2023).

Ketika orang sudah selesai studinya dari perguruan tinggi, maka atribut-atribut yang digunakan wisuda seperti toga dan sebagainya melambangkan dia sudah selesai di pendidikan tinggi. Hal ini berarti atribut itu melekat pada wisudawan yang menggunakan toga. Menurut Vina, cara ini menunjukkan bahwa statusnya sudah naik menjadi high educated. 

Vina menilai wisuda di ranah perguruan tinggi tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi negara-negara lainnya. Situasi ini membuktikan atribut dalam wisuda sama-sama ditunjukkan bahwa ada perubahan status pada seseorang. Jika dilihat dari stratifikasi sosial, maka berarti dia sudah dalam ukuran berpendidikan tinggi.

"Lalu mengapa kemudian itu muncul di SMA, SMP, SD bahkan TK? Ini saya rasa sebagai bentuk imitasi. Imitasi dalam konsep sosiologi itu meniru yang high education," jelasnya.

Menurut Vina, imitasi itu selanjutnya diadopsi di SMA lalu terus ke tingkat TK. Kondisi ini menunjukkan terjadi imitasi yang luar biasa mengenai perayaan atas perubahan status pendidikan yang lebih tinggi.

Di sisi lain, Vina juga menyinggung perihal makna pendidikan dasar di Indonesia sesungguhnya hanya sampai SMP. Artinya, pendidikan sembilan tahun hingga tingkat SMP merupakan hal wajib yang perlu dilaksanakan masyarakat. Merujuk nilai wajib tersebut, Vina menilai tidak perlu ada wisuda di tingkat pendidikan dasar karena stratanya terlalu sederhana.

Dibandingkan pendidikan dasar, Vina justru tidak mempermasalahkan apabila wisuda dilaksanakan di tingkat SMA. Namun pelaksanaannya mungkin diharapkan agar atributnya tidak sama dengan perguruan tinggi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement