REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) menggelar Sidang Isbat (Penetapan) Awal Dzulhijjah 1444 Hijriyah di Auditorium HM. Rasjidi, Kemenag, Jl. MH Thamrin, Jakarta, Ahad sore (18/6/2023). Sidang penetapan ini diawali dengan Seminar Posisi Hilal yang disampaikan anggota Tim Hisab-Rukyat Kemenag Ahmad Izzudin.
Dalam paparannya, Izzudin mengungkapkan secara astronomis, posisi hilal di Indonesia pada saat Maghrib masih berada di bawah kriteria baru MABIMS yang ditetapkan pada 2021 sehingga kemungkinan tidak dapat teramati.
"Di seluruh wilayah Indonesia, posisi hilal pada 29 Dzulqaidah 1444 H sudah berada di atas ufuk. Namun demikian, masih berada di bawah kriteria imkanur rukyat MABIMS," ujar Izzudin.
Kriteria baru MABIMS menetapkan secara astronomis, hilal dapat teramati jika bulan memiliki ketinggian minimal tiga derajat dan elongasinya minimal 6,4 derajat. Sementara, menurut Izzudin, pada saat Magrib 18 Juni 2023, posisi bulan di Indonesia tingginya nol derajat 20 sampai dua derajat 36 menit, dengan sudut elongasi antara empat derajat 40 menit sampai dengan empat derajat 94 menit.
"Melihat data tersebut, maka pada Ahad, 18 Juni 2023 di seluruh wilayah Indonesia, menurut kriteria Imkan Rukyat Baru MABIMS secara teori diprediksi tidak dapat teramati," ucap Izzudin.
"Kalau besok, posisi hilal pasti sudah lebih tinggi dan teramati," jelasnya.
Maka, tambah Izzudin, jika data tersebut dikaitkan dengan potensi rukyatul hilal, secara astronomis atau hisab, dimungkinkan awal bulan Dzulhijjah jatuh pada Selasa, 20 Juni 2023.
Tahun ini Kemenag juga telah menurunkan tim rukyatul hilal di 99 titik se-Indonesia. Mereka akan melaporkan hasil rukyatul hilal yang juga menjadi pertimbangan dalam Sidang Isbat awal Dzulhijjah 1444 H.