REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah resmi menetapkan awal Dzulhijjah 1444 Hijriyah jatuh pada Selasa (20/6/2023). Dengan demikian, Hari Raya Idul Adha tahun ini akan dirayakan umat Islam Indonesia pada Kamis (29/6/2023) mendatang, yakni pada 10 Dzulhijjah 1444 H.
Keputusan pemertintah Indonesia ini berbeda dengan pendapat ulama Muhammadiyah. Sebelumnya, dengan menggunakan metode hisab, Muhammadiyah telah menetapkan lebih dulu bahwa awal Dzulhijjah jatuh pada Senin (19/6/2023) besok, sehingga Hari Raya Idul Adha versi Muhammadiyah akan dirayakan pada Rabu (28/6/2023) mendatang.
Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Ashabul Kahfi mengakui bahwa ada perbedaan pendekatan dalam menentukan satu Dzulhijjah 1444 H yang tentu juga akan berimplikasi pada penetapan Idul Adha 2023.
“Seperti yang telah disampaikan bahwa pada tahun ini terdapat kemungkinan perbedaan waktu penetapan Idul Adha antara Indonesia dan Arab Saudi, serta berbeda dengan jadwal yang telah ditentukan mungkin oleh beberapa ormas, khususnya yang ada di Indonesia,” ujar Ashabdul saat konferensi pers penetapan awal Dzulhijjah di Kantor Kemenag, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Ahad (18/6/2023) malam.
“Perbedaan pendekatan ini menunjukkan keragaman dan penafsiran kita terhadap ilmu falak, metode hisab, dan tradisi lokal yang kita anut,” ucapnya.
Dia menuturkan, sidang isbat merupakan kesempatan berharga untuk bersama-sama mencapai kesepakatan yang memadai dan memberikan kepastian kepada seluruh umat Islam di Indonesia. Karena itu, menurut dia, semua pihak perlu memperhatikan perbedaan pendapat yang ada sambil tetap memegang teguh semangat persatuan dan persaudaraan dalam agama Islam.
“Kami yakin dalam sidang isbat ini seluruh pandangan dan pendapat telah dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh, tentu berlandaskan pada prinsip-prinsip keilmuan dan keadilan. Olehnya itu melalui kesempatan ini ada beberapa catatan yang saya ingin imbaukan kepada masyarakat,” kata Ashabul.
Pertama, dia menyampaikan segala perbedaan yang ada akan sangat indah jika dari aspek ini dikembangkan sikap toleransi, saling menghormati, dan meningkatkan ukhuwah Islamiyah. “Perbedaan perhitungan dan pendekatan yang dilakukan tidak boleh memecah belah bahkan harus merukunkan dan mengakrabkan kita semua,” jelas dia.
Dengan adanya perbedaan Idul Adha ini, Ashabul Kahfi juga mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia agar tidak terprovokasi dengan perbedaan pendapat yang ada di media sosial.
“Semua pihak diharapkan tidak terprovokasi dengan perbedaan tanpa akhir di media-media sosial. Jika ada hal yang ingin diketahui secara akurat silahkan ditanyakan langsung ke sumber utamanya, bisa ke Kementerian Agama, bisa juga ke ormas-ormas keagamaan Islam seperti MUI, NU, Muhammadiyah, Persis dan lain-lain,” ucap dia.
Selain itu, Ashabul juga mengimbau kepada para Aparatul Sipil Negara (ASN) untuk tidak ikut mengeluarkan pendapat terkait perbedaan Idul Adha ini. “Kepada para ASN mohon maaf diminta bekerja profesional, tidak perlu mengeluarkan pendapat, tidak menimbulkan perbedaan, cukuplah sidang isbat ini menjadi rujukan kita semua,” katanya.
Namun, tambah dia, sebagai pimpinan Komisi VIII dia juga akan terus mendorong agar Kementerian Agama senantiasa mengajak semua pihak termasuk ormas-ormas Islam dan pihak terkait lainnya untuk terus berdialog dan berdiskusi secara terbuka guna mencapai pemahaman bersama.
“Kita perlu saling mendengarkan saling menghargai dan mencari titik temu yang bisa menjadi dasar untuk waktu Idul Adha di masa-masa yang akan datang. Kami percaya bahwa keputusan yang diambil oleh sidang isbat ini akan mencerminkan semangat kebersamaan dan persaudaraan umat Islam di Indonesia,” jelas Ashabul.