Senin 19 Jun 2023 23:14 WIB

Anggota Parlemen ASEAN: Thailand Khianati Rakyat Myanmar dan Persatuan ASEAN

Petinggi Myanmar lanjutkan pertemuan dengan Myanmar meski ditolak Indonesia.

Foto selebaran yang disediakan oleh Tim Informasi Militer Myanmar menunjukkan Panglima Militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing memberi hormat kepada pasukannya selama Hari Angkatan Bersenjata ke-78 di Naypyidaw, Myanmar, Senin (27/3//2023).
Foto: EPA-EFE/MYANMAR MILITARY INFO TEAM
Foto selebaran yang disediakan oleh Tim Informasi Militer Myanmar menunjukkan Panglima Militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing memberi hormat kepada pasukannya selama Hari Angkatan Bersenjata ke-78 di Naypyidaw, Myanmar, Senin (27/3//2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Parlemen ASEAN untuk HAM (APHR) menyebut keputusan Wakil Perdana Menteri Thailand Don Pramudwinai untuk melanjutkan pertemuan informal dengan junta militer Myanmar adalah pengkhianatan terhadap rakyat Myanmar dan penghinaan terhadap persatuan ASEAN.

"Keputusan Pemerintah Thailand untuk mengadakan pertemuan ini, meskipun mendapat penolakan dari ketua ASEAN, Indonesia, serta Singapura dan Malaysia, menunjukkan arogansi mengabaikan persatuan ASEAN, HAM rakyat Myanmar, dan bahkan kehendak warga negaranya sendiri," kata Wakil Ketua APHR Charles Santiago dalam pernyataan tertulis, Senin.

Baca Juga

Menurut dokumen yang bocor, Pramudwinai mengirim surat tertanggal 14 Juni 2023 untuk mengundang para menteri luar negeri ASEAN dalam diskusi informal yang direncakan pada 18-19 Juni 2023 untuk melibatkan kembali Myanmar dalam pertemuan di tingkat kepala negara/pemerintahan.

Menlu Indonesia Retno Marsudi dikabarkan membalas undangan itu dengan surat penolakan pada 15 Juni, sementara Kementerian Luar Negeri Malaysia merilis pernyataan serupa pada 18 Juni.

Menlu Singapura Vivian Balakrishnan mengatakan dalam konferensi pers selama kunjungannya ke AS pada 17 Juni bahwa terlalu dini untuk terlibat kembali dengan junta di tingkat puncak atau bahkan di tingkat menteri luar negeri.

Sementara itu, Filipina belum merilis pernyataan resmi tetapi kabarnya tidak akan hadir.

Meskipun demikian, Pramudiwinai bersikeras bahwa pembicaraan akan dilanjutkan pada 19 Juni dan Kementerian Luar Negeri Thailand mengatakan bahwa perwakilan tingkat tinggi dari Laos, Myanmar, Kamboja, India, China, Brunei Darussalam, dan Vietnam telah mengonfirmasi kehadiran mereka.

Pertemuan tersebut mengikuti pertemuan track 1,5 sebelumnya yang diadakan di Thailand pada Maret lalu dan dihadiri oleh pejabat tinggi dari Kamboja, Laos, dan Vietnam bersama dengan China, India, Bangladesh, dan Jepang.

"Kami kecewa bahwa Thailand dan negara-negara lain masih bersedia terlibat dengan junta pembunuh Myanmar tanpa ada upaya untuk meminta pertanggungjawabannya, meskipun kekejaman militer terus berlanjut yang telah mengakibatkan kematian ribuan rakyatnya sendiri," kata Santiago.

Dia pun mengatakan bahwa pertemuan track 1,5 melemahkan kredibilitas ASEAN atas kemampuan mereka untuk menyelesaikan banyak krisis yang terjadi di Myanmar.

"Indonesia sebagai ketua ASEAN, serta negara-negara anggota ASEAN lainnya, tidak boleh membiarkan pertemuan ini tidak terjawab: harus ada penyelidikan atas pengabaian dan ketidakhormatan Thailand terhadap ketua saat ini," ujar Santiago.

Menurutnya, ASEAN harus bekerja sama untuk meminta pertanggungjawaban junta militer, termasuk dengan mereformasi Konsensus Lima Poin yang gagal dan belum membuahkan hasil sejak diadopsi pada April 2021.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement