REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Haji adalah rukun Islam kelima dan haji mabrur tentu merupakan salah satu amalan terbaik di sisi Allah SWT.
Allah SWT berfirman, "Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam." (QS Ali Imran ayat 97)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya sebagaimana berikut ini:
فقد سُئِلَ النَّبِيُّ ﷺ أَيُّ الأَعْمَالِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ» قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: «جِهَادٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ» قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: «حَجٌّ مَبْرُورٌ». [أخرجه البخاري]
"Perbuatan apakah yang lebih utama?" Beliau menjawab, "Iman kepada Allah." Lalu ia bertanya lagi. "Lalu apa lagi?"
Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah." Lalu ia bertanya lagi, "Lalu apa lagi?" Rasulullah menjawab, "Haji yang Mabrur." (HR. Bukhori dan Muslim)
Akademi riset Islam Al-Azhar Mesir, dilansir Masrawy, menjelaskan, di antara ketentuan hukum haji dan umrah, yaitu larangan melewati miqat tanpa berihram tanpa adanya uzur. Hal ini didasarkan pada kesepakatan ulama. Berihram maksudnya di sini adalah mengenakan pakaian ihram dan berniat ihram.
Meski demikian, ulama berbeda pandangan soal wajibnya menebus kafarat bagi orang yang melewati miqat tanpa berihram. Fatwa yang paling kuat adalah batalnya kafarat jika dia kembali ke miqat sebelum berihram. Adapun jika dia kembali setelah berihram atau tidak kembali sama sekali, maka ia dikenakan dam.
Terkait batas miqat, Ibnu Abbas RA meriwayatkan hadits: "Rasulullah SAW telah menetapkan tempat miqat untuk penduduk Madinah adalah Dzul Hulaifah. Al Juhfah untuk penduduk Syam. Qarnul Manazil untuk penduduk Najd. Yalamlam untuk penduduk Yaman.
Setelah itu, Rasulullah SAW bersabda, "Miqat-miqat itu diwajibkan bagi para penduduk masing-masing daerah dan bagi orang yang datang melewati daerah itu dan berniat melakukan ibadah haji maupun umrah. Adapun mereka yang tinggal setelah batas miqat di atas maka miqatnya adalah rumahnya sendiri. Bahkan, penduduk Makkah dipersilakan mengambil miqat dari rumah mereka sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim)
Bila ada seseorang yang melintasi miqat tapi ia tidak berihram, maka dalam kondisi demikian, ada dua hal yang bisa ia lakukan. Pertama, ia kembali lagi ke miqat bila memungkinkan untuknya, dan berihram dari sana.
Kedua, bila tak mungkin kembali ke miqat karena khawatir tertinggal rombongan, maka ia diperkenankan berihram dari tempat ia berada, tapi ia diwajibkan membayar dam sebesar satu ekor kambing.