REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ponpes Al-Zaytun di Kabupaten Indramayu mungkin satu-satunya pondok pesantren di Tanah Air yang dinilai tidak korporatif. Salah satu bukti adalah ditolaknya tim investifasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait berbagai persoalan di ponpes tersebut.
Dilaporkan, upaya Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk melakukan investigasi dan berdiskusi tentang berbagai persoalan terkait Al-Zaytun belum dapat terlaksana. Tim MUI yang sudah turun ke lapangan justru ditolak atau tak diterima oleh pimpinan dan pengurus Ma'had Al-Zaytun dengan alasan sibuk.
Demikian disampaikan oleh Wakil Sekretaris Komisi Hukum dan HAM MUI Pusat KH Hammam Asy'ari saat mengisi seminar dengan topik Dibalik Polemik Pondok Pesantren Al-Zaytun Indramayu yang diselenggarakan oleh BEM UNUSIA pada Senin (19/6/2023) yang juga disiarkan langsung melalui kanal YouTube Padasuka TV.
"MUI sudah melakukan langkah konkret, sudah merekomendasikan beberapa orang untuk melakukan investigasi untuk menemukan fakta-fakta yang ada, ataupun ajaran yang dilakukan oleh ponpes Al-Zaytun ini, bahkan sudah turun ke lapangan. Tetapi, belum diterima oleh pihak ponpes dengan beberapa alasan yang ada. Alasannya, masih sibuk, sibuk memperluaskan lahan-lahan ponpes Al-Zaytun ini. Dalam artian Al-Zaytun ini sangat eksklusif sekali, sangat tertutup," kata Kiai Hammam.
Kiai Hammam mengatakan, MUI menganggap Al-Zaytun tidak kooperatif karena tidak merespons dan menerima tim MUI. Tak hanya MUI pusat, MUI Jawa Barat pun dipersulit untuk berkunjung ke Al-Zaytun dalam rangka berdialog.
Kiai Hammam mengatakan, dalam mengeluarkan fatwa tentang Al-Zaytun, MUI harus melalui prosedur. Salah satunya yakni MUI harus bertemu dengan pihak Al Zaytun terutama pimpinan Al-Zaytun yakni Panji Gumilang. "Ini dalam rangka ber-tabayyun atau berdialog dan menemukan fakta-fakta tentang berbagai polemik Al-Zaytun," ucapnya.
Kiai Hammam khawatirkan bila Al-Zaytun akan terus menerus membuat berbagai kontroversi yang membuat kegaduhan dan keresahan di tengah masyarakat karena bertentangan dengan ajaran Ahlussunah wal Jamaah. Dia juga mencatat pernyataan Panji Gumilang yang menuai kontroversi seperti bolehnya berzina asal ditebus, menyebut Indonesia Tanah Suci sama seperti tanah Haram Makkah, hingga mengakui diri komunis.