REPUBLIKA.CO.ID, KIEV – Sistem pertahanan udara buatan AS, Avenger, terlihat jelas pada sore di bawah bayangan pohon, dekat wilayah pinggiran Kiev, Ukraina. Unit jarak pendek ini merupakan satu dari tiga lapisan pertahanan yang coba digabungkan dengan sistem pertahanan lebih canggih dari Barat.
Sistem pertahanan udara berlapis ini, upaya menahan serangan udara Rusia. Moskow sejak Oktober tahun lalu secara berkala menembakkan rudal jarak jauh dan serangan drone ke Ukraina. Serangan kian intens sejak Mei bersamaan dengan persiapan Ukraina menyerang balik.
Sejumlah pejabat Ukraina menjelaskan, serangan Rusia selain menelan banyak korban sipil juga untuk menguras stok pertahanan udara sehingga tak banyak yang dapat digunakan untuk melindungi pasukan Ukraina.
"Paling sulit adalah serangan udara yang menyasar bermacan target," kata seorang komandan unit Avenger yang dikenal dengan nama panggilan "Architect". "Saat serangan datang bersamaan, baik drone maupun rudal jelajah beriringan, itu yang paling sulit dibendung.’’
Ia memimpin tim yang terdiri atas enam orang. Ia berada pada posisi saat ini setelah dua pekan lalu mendapat pelatihan dari instruktur militer AS yang berbasis di Eropa. Ia mengaku timnya belum menembak jatuh rudal maupun drone.
Jumat pekan lalu, Ukraina mengeklaim berhasil menembak jatih enam rudal jelajah dan enam rudal hipersonik Kinzhal. Rudal-rudal ini ditembakkan menyasar target di dan sekitar Kiev. Namun, serangan masih kerap belum bisa diadang.
Tiga warga sipil meninggal dunia akibat serangan rudal di Odesa, Rabu lalu. Sehari sebelumnya, 11 orang tewas karena serangan rudal yang ditembakkan ke arah kota kelahiran Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
Menurut penasihat menteri pertahanan Ukraina, Yuriy Sak, Ukraina masih terus meminta rudal pertahanan udara untuk menambah persediaan. "Taktik Rusia, menggunakan drone murah untuk menguras kekuatan pertahanan udara kami. Kami berkejaran dengan waktu.’’
Bergantung siapa yang bertahan....