Selasa 20 Jun 2023 15:28 WIB

Kejaksaan Dilarang Usut Korupsi, Pakar Hukum: Corruptors Fight Back

Kinerja Kejaksaan dalam berantas korupsi justru diapresiasi publik.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Joko Sadewo
Uji materi UU Kejaksaan dinilai bisa saja sebagai serangan balik koruptor. Foto ilustrasi Jaksa Agung RI ST Burhanuddin (kiri) bersama Menteri BUMN Erick Thohir bekerja sama dalam bersih-bersih BUMN.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Uji materi UU Kejaksaan dinilai bisa saja sebagai serangan balik koruptor. Foto ilustrasi Jaksa Agung RI ST Burhanuddin (kiri) bersama Menteri BUMN Erick Thohir bekerja sama dalam bersih-bersih BUMN.

REPUBLIKA.CO.ID, Pakar Hukum UII: Upaya Penghapusan Kewenangan Penyidikan pada Kejaksaan Merupakan Corruptors Fight Back

SLEMAN -- Pakar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Ari Wibowo menyoroti soal adanya upaya  judicial review (JR) terkait kewenangan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut perkara korupsi. Ia pun heran lantaran hal tersebut baru dipermasalahkan di tengah Kejaksaan Agung tengah mengusut kasus-kasus besar seperti kasus korupsi PT ASABRI, PT Antam, PT Askrindo Mitra Utama, Jiwasraya, dan lain-lain. Padahal kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan sudah berlangsung lama.

Baca Juga

"Dalam beberapa tahun terakhir, kinerja kejaksaan justru mendapat apresiasi publik, dibuktikan dengan terus naiknya indeks kepercayaan publik kepada institusi tersebut. Jadi bisa saja, upaya penghapusan kewenangan penyidikan pada kejaksaan merupakan corruptors fight back," kata Ari kepada Republika, Selasa (20/6/2023).

Ari menjelaskan pasal 1 angka 1 KUHAP menjelaskan bahwa penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Kemudian dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan juga ditegaskan bahwa kejaksaan memiliki tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.

"Salah satu tindak pidana yang dapat disidik oleh Kejaksaan adalah tindak pidana korupsi sebagaimana diatur baik dalam UU Tindak Pidana Korupsi maupun UU KPK,"  ucapnya.

Ia menuturkan, sebelum berlakunya KUHAP, dalam Reglement Indonesia yang diperbarui, penyidik ditunjuk oleh Jaksa Agung. Hal ini menunjukkan bahwa kewenangan penyidikan ada di bawah kejaksaan, sehingga bukan hal baru adanya kejaksaan yang menjalankan tugas dan kewenangan sebagai penyidik.

"Tetapi kan kejaksaan tidak dapat menjadi penyidik untuk semua tindak pidana, namun hanya tindak pidana khusus saja. Tugas dan kewenangan pokoknya tetap sebagai penuntut sesuai dengan yang berlaku secara internasional dalam Guidelines on the Role of Prosecutors dan International Association of Prosecutors," ungkapnya.

Ari menjelaskan, idealnya penyidik dan penuntut ada di lembaga yang berbeda agar ada check and balance. Namun untuk penanganan tindak pidana tertentu yang bersifat khusus, kejaksaan diberikan kewenangan sebagai penyidik. Dengan demikian, pemberian kewenangan penyidikan kepada kejaksaan bersifat eksepsional dengan maksud agar penanganan tindak pidana tertentu bisa lebih efisien dan akseleratif.

"Sebagai contoh, kejaksaan diberikan kewenangan sebagai penyidik tidak pidana korupsi agar bisa lebih efisien karena akan mempercepat proses penanganannya. Selain itu juga lebih akseleratif karena kewenangan penyidikan ada di Kepolisian, KPK, serta Kejaksaan," kata Ari. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement