REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Gelombang panas terik di dua negara bagian terpadat di India telah membuat rumah sakit kewalahan, dan memaksa staf menggunakan buku untuk mengipasi pasien. Pejabat setempat menyelidiki jumlah korban tewas yang telah mencapai hampir 170.
Di negara bagian utara Uttar Pradesh, 119 orang telah meninggal karena penyakit terkait panas selama beberapa hari terakhir. Sementara negara bagian Bihar melaporkan 47 kematian.
“Begitu banyak orang sekarat karena panas sehingga kami tidak punya waktu semenit pun untuk beristirahat. Pada Ahad, saya membawa 26 jenazah,” kata Jitendra Kumar Yadav, seorang pengemudi mobil jenazah di Kota Deoria yang terletak 110 kilometer dari Ballia, kepada The Associated Press.
Penduduk lain mengatakan, mereka takut pergi keluar setelah tengah hari. Rumah sakit terbesar di distrik Ballia di Uttar Pradesh tidak mampu menampung pasien. Para pejabat mengatakan, kamar mayat penuh setelah 54 lansia yang menderita berbagai masalah kesehatan, meninggal akibat gelombang panas. Beberapa keluarga diminta untuk membawa pulang jenazah kerabatnya.
Pada Ahad (18/6/2023), Menteri Kesehatan negara bagian Uttar Pradesh, Brajesh Pathak mengatakan, tim akan menyelidiki penyebab kematian dan menyelidiki berapa banyak dari mereka yang terkait langsung dengan panas. Sementara wilayah utara India yang terkenal dengan panas terik selama bulan-bulan pada musim panas, mencatat dengan suhu tertinggi mencapai 43,5 derajat Celcius.
“Kami telah mengeluarkan peringatan gelombang panas selama beberapa hari terakhir,” kata Atul Kumar Singh, seorang ilmuwan di Departemen Meteorologi India.
Meski sudah diperingatkan, para pejabat pemerintah tidak meminta warga bersiap menghadapi gelombang panas. Gelombang panas menyebabkan pemadaman listrik yang konsisten di seluruh wilayah, sehingga membuat orang tidak memiliki aliran air, kipas angin, atau AC.
Ketua Menteri Uttar Pradesh, Yogi Adityanath mengatakan, pemerintah mengambil langkah-langkah untuk memastikan pasokan listrik tidak terganggu. Dia mengimbau warga untuk bekerja sama dan menggunakan listrik secara bijaksana.
“Setiap desa dan setiap kota harus mendapat pasokan listrik yang cukup selama panas terik ini. Jika ada kesalahan yang terjadi, itu harus segera ditangani," kata Adityanath.
Di dalam rumah sakit distrik Ballia, pemandangan kacau mengingatkan pada pandemi virus korona, karena banyak pasien membutuhkan perhatian segera. Koridor rumah sakit berbau pesing, sementara sampah dan limbah medis menumpuk dan dinding rumah sakit ternoda ludah daun sirih.
“Semua staf kami telah berada di sini selama tiga hari berturut-turut dan terlalu banyak bekerja,” kata Dr. Aditya Singh, seorang petugas medis darurat.
Pendingin ruangan di bangsal di rumah sakit tidak berfungsi. Petugas mengipasi pasien dengan buku dan menyeka keringat para pasien untuk menjaga suhu tubuh mereka.
Para pejabat mengatakan, pasien dengan kasus yang lebih parah dipindahkan ke rumah sakit di kota-kota besar terdekat seperti Varanasi. Lebih banyak dokter serta sumber daya medis dikirim ke rumah sakit distrik untuk menangani krisis yang disebabkan oleh panas.
Pakar iklim mengatakan, gelombang panas akan terus berlanjut, dan India perlu mempersiapkan diri dengan lebih baik untuk menghadapi konsekuensinya. Sebuah studi oleh World Weather Attribution, sebuah kelompok akademik yang meneliti sumber panas ekstrem, menemukan bahwa gelombang panas pada April yang melanda sebagian Asia Selatan terjadi akibat perubahan iklim.
“Rencana untuk menghadapi gelombang panas sangat penting untuk meminimalkan efeknya dan melestarikan kehidupan. Rencana ini mencakup pendekatan menyeluruh untuk menghadapi kejadian panas tinggi, seperti kampanye kesadaran publik, penyediaan pusat pendingin, dan bantuan kesehatan,” kata Aditya Valiathan Pillai, seorang rekan di lembaga think tank, Center for Policy Research.