REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Kabupaten Cirebon, Jawa Barat mendata produksi garam rakyat di daerah ini dalam tiga tahun masih mengalami penurunan dan belum stabil, hal ini dikarenakan perubahan iklim.
"Dalam waktu tiga tahun produksi garam terus menurun, di tahun 2022 hanya memproduksi 908 ton," kata Kepala DKPP Kabupaten Cirebon Erus Rusmana, di Cirebon, Selasa (20/6/2023).
Menurutnya, penurunan produksi garam rakyat di Kabupaten Cirebon karena perubahan iklim, bahkan dalam tiga tahun produksi tidak lebih dari 2.000 ton per tahun.
Ia mengatakan produksi garam rakyat di Kabupaten Cirebon ketika kondisi normal bisa mencapai 136 ribu ton, dan itu terjadi pada tahun 2019 lalu.
Akan tetapi dalam tiga tahun ini, kata Erus, kondisi iklim berubah drastis, seperti banjir rob, dan kemarau basah, sehingga mengganggu produksi garam rakyat di Kabupaten Cirebon.
Menurutnya, pada tahun 2020 produksi garam di Kabupaten Cirebon hanya 2.663,78 ton. Kemudian di 2021 kembali mengalami penurunan, karena hanya menghasilkan 1.203,5 ton saja.
"Kalau produksi di tahun 2019 mencapai 136 ribu ton, karena kemarau juga cukup lama," katanya lagi.
Erus menambahkan luas lahan produksi garam rakyat di Kabupaten Cirebon sebanyak 1.557 hektare dari potensi lahan yang ada 3.140 hektare.
Pada musim kemarau 2023 ini, DKPP pun sudah sering turun ke lapangan, untuk mendata jumlah produksi garam rakyat di beberapa kecamatan.
Selain itu, pihaknya juga berupaya memfasilitasi para petani garam untuk mendapatkan peralatan produksi, seperti geomembran, dan tunnel, itu semua dilakukan untuk meningkatkan produksi garam rakyat di Kabupaten Cirebon.
"Kami memfasilitasi bantuan peralatan produksi garam ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat melalui bantuan geomembran dan tunnel," katanya pula.