REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar hukum Universitas Airlangga (Unair) Iqbal Felisiano mengkritisi langkah advokat yang menggugat UU Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK), meminta kewenangan Kejaksaan untuk menyelidiki dan menyidik kasus korupsi dihapus. Menurutnya, jika gugatan tersebut dikabulkan MK, sangat kontradiktif dengan semangat pemeberantasan korupsi.
"Saya rasa dampaknya (jika dikabulkan MK) justru menjadi kontraproduktif dalam konteks pemberantasan korupsi," kata Iqbal kepada Republika, Selasa (20/6/2023).
Penggugat berpendapat, diberikannya kewenangan penyidikan dan penyelidikan tersebut membuat Kejaksaan menjadi superpower, mengingat lembaga tersebut memiliki kewengan lebih selain melakuan penuntutan. Namun Iqbal tidak sependapat dengan alasan penggugat.
Menurut Iqbal, diberikannya kewenangan menyidik dan menyelidiki kasus korupsi kepada Kejaksaan justru membantu instansi lainnya, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Itu tak lain karena KPK memiliki keterbatasan untuk mengungkap kasus korupsi di tanah air, yang tidak pernah ada habisnya.
"Dengan adanya kewenangan Kejaksaan dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam tindak pidana korupsi, instansi penegak hukum lain yang berwenang, khususnya KPK justru terbantu. Mengingat terdapat beberapa keterbatasan KPK dalam penanganan perkara korupsi," ujarnya.